Sector A Rans Charges
Vice President Indonesia Aviation and Aerospace Watch, Masrma TNI (Purn) Juwono Kolbioen.
Dampak Pengontrolan Ruang Udara oleh Pihak Asing pada Kedaulatan Negara RI

 

 

Indonesiannews.co/ Jakarta, 19 Mei 2018.  Indonesia Aviation and Aerospace Watch, melalui Vice President IAAW; Marsda TNI (Purn) H.Juwono Kolbioen, memberikan penjelasan tentang Dampak Pengontrolan sebagian Kedaulatan Ruang Udara  NKRI oleh pihak Asing (selama 72 tahun), sebagai berikut ;

Dengan Kedaulatan dan Pertahanan Negara Republik Indonesia.

“Fakta menunjukkan munculnya pernyataan dari pihak-pihak tertentu di media bahwa pendelegasian kewenangan Pengontrolan Ruang Udara Kedaulatan NKRI oleh negara lain (selama 72 tahun), tidak akan mengurangi kedaulatan negara”.    Pernyataan tersebut hampir seluruhnya berpijak pada ketentuan yang tercantum dalam Annex 11 Konvensi Chiago 1944, bahwa;  “… pendelegasian suatu wilayah udara kepada negara lain  tidak mengurangi kedaulatan negara”.
Akan tetapi jika dihadapkan dengan kejadian yang di alami dalam prakteknya; pendelegasian tersebut sangat berpengaruh pada Penegakan Kedaulatan Negara.
Dalam hal ini “Das Sollen” tidak sesuai “Das Sein”.
Das sollen (yang seharusnya) tidak mengurangi kedaulatan,tetapi Das sein (yang senyatanya) sangat merugikan Kedaulatan Negara Republik Indonesia.
Dengan kata lain; “Meskipun dalam ketentuan hukum ditentukan pendelegasian wilayah udara untuk dikendalikan negara lain tidak mengurangi kedaulatan, namun kenyataannya kedaulatan negara sangat dirugikan dengan adanya pendelegasian tersebut”.

 

Dampak langsung akibat dikontrolnya Kedaulatan Ruang Udara oleh Negara lain (selama 72 tahun), terhadap Kedaulatan Negara Republik Indonesia;

a. Pesawat militer/sipil asing (tidak terjadwal) dapat terbang melintas di Ruang Udara Negara Republik Indonesia, yang dikendalikan oleh Negara Malaysia dan Negara Singapura (tidak menuju indonesia), serta tidak mengurus Perijinan (flight clearance) ke Indonesia, hal ini dapat terjadi karena AIP (aeronautical information publication) Malaysia dan  Singapura tidak ada ketentuan yang mengharuskan meminta perijinan ke Indonesia, meskipun melintasi Ruang Udara Kedaulatan Negara Republik Indonesia. Dari sisi Pertahanan dan Keamanan di Udara, hal tersebut merupakan Pelanggaran Kedaulatan  karena pesawat asing memasuki wilayah Indonesia tanpa ijin (Aerial Instrussion).

b. Pesawat Udara yang melintas di wilayah Indonesia (Ruang Udara Kedaulatan RI),  dengan tujuan negara lain, tidak dapat diantisipasi (sejak awal) karena tidak ada kewajiban untuk menyampaikan Rencana Penerbangan (Flight Plan) pada ATC Indonesia, sehingga Penegakkan Kedaulatan dan Hukum di wilayah Indonesia (Ruang Udara Kedaulatan RI) menjadi terhambat.

c. Kepentingan negara lain; dalam hal ini negara Singapura pada kegiatan latihan Militer “penembakan” Angkatan Laut Singapura yang sebagian meliputi wilayah Indonesia, tidak sesuai dengan ketentuan Hukum Internasional, karena merupakan pelanggaran kedaulatan wilayah di Negara Indonesia.
Beberapa pesawat berbendera Indonesia yang akan melintas di “Danger Area”  tersebut  tidak diijinkan oleh ATC Singapura,  dengan alasan bahwa; ada kegiatan “Active Fire Gun Arm”  dan penerbangan harus dialihkan ke jalur lain, yang mengakibatkan pesawat melintasi jalur yang lebih panjang (jauh) sehingga mengakibatkan “air time” penerbangan bertambah lama yang berdampak pada “cost” (biaya).

d. Dapat di “duga” adanya kegiatan latihan Penerbangan Militer Singapura pada Military Training Area (MTA) Alpha 2,  yang masuk dalam wilayah Kedaulatan NKRI; merupakan faktor kesengajaan karena terus menerus dilakukan. Penggunaan wilayah tersebut merupakan pelanggaran wilayah Kedaulatan Negara Republik Indonesia.

Marsda TNI (Purn) H.Juwono Kolbioen
Vice President IAAW

 

(YN / indonesiannews.co – Jakarta)