Indonesiannews.co/Jakarta, Senin 13 Maret 2017. Vice President Indonesia Aviation & Aerospace Watch; Marsekal Pertama TNI (Purn) bpk. H.Juwono Kolbioen, menyampaikan tanggapan dalam keterangan singkatnya di Kawasan Halim Perdana Kusuma, Jakarta; mengenai informasi yang dimuat pada media online : http://cnnindonesia.com/ekonomi/20170310151723-92-199276/airnav-negosiasi-ambil-alih-ruang-udara-abc-di-natuna (Jumat, 10 Maret 2017, pukul 17:50 WIB).
Dalam media online tersebut ditulis bahwa; “Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia akan memulai negosiasi dengan negara tetangga mengenai pengambilalihan ruang udara blok ABC, Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, tahun ini”.
“Bagaimana mau negosiasi dengan Singapura, dalam kondisi “image” dunia penerbangan Indonesia dimata Internasional yang hancur lebur. Hal ini terbukti dengan hasil audit buruk USOAP 2016 bahwa nilai 8 parameter semuanya di bawah rata-rata dunia, dan tidak terpilihnya kembali Indonesia untuk menjadi anggota Parts 3 ICAO dengan hasil yang memalukan dan perlu diingat, kegagalan ini merupakan kegagalan yang ke-6 kalinya”, pungkas H.Juwono Kolbioen.
Ini terbukti dengan “gagalnya” Indonesia dalam voting / pengambilan suara untuk dapat menjadi Anggota Council Parts III ICAO, yang ke-6 kalinya. Hal yang perlu dicatat dalam proses voting adalah; Indonesia mendapatkan nilai yang paling rendah, hal itu menunjukkan bahwa citra dunia penerbangan Indonesia di mata Internasional sangatlah buruk.
Hasil pemilihan anggota Dewan ICAO Part 3 Periode 2016 – 2019 (urutan alfabetis) yang dilaksanakan pada Sidang Umum ICAO Ke-39 hari ke 8 di Montreal, Canada, adalah sebagai berikut :
1. Aljazair 151
2. Cape Verde 136
3. Congo Rep. 136
4. Cuba 160
5. Ecuador 133 6. Indonesia 96…….. paling rendah.
7. Kenya 159
8. Malaysia 129
9. Panama 130
10. Rep. Korea 146
11. Turkey 156
12. Tanzania 150
13. United Arab Emirates 156
Hasil Audit USOAP 2016 dan hasil Voting Konggres ICAO ke-39, Indonesia hanya mendapat nilai = 96 %. Merupakan nilai terkecil di banding negara lain.
Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa “PERJUANGAN” Indonesia untuk menjadi anggota Council pada tahun 2013, dan berbagai upaya perbaikan telah dilakukan termasuk bahwa Indonesia telah membuka kembali Kantor Kepentingan Indonesia ICAO di Montreal, Kanada pada tanggal 2 Februari 2012. Dalam hal ini terlihat bahwa; baik dalam penyusunan strategi, maupun dalam melakukan persiapan, telah dilakukan dengan dasar pembelajaran dari kegagalan-kegagalan yang dialami pada sidang-sidang sebelumnya, namun tetap saja Indonesia “gagal”.
Menteri Perhubungan pada waktu itu telah “all out” untuk menyampaikan berbagai kemajuan yang berhasil diraih oleh Indonesia, termasuk menyerahkan 11 (sebelas) working paper dan 4 (empat) Information paper. Akan tetapi Indonesia gagal untuk meriah duduk sebagai anggota Council Parts III di ICAO. Bertitiktolak dari penjelasan tersebut diatas, kiranya sangat disesalkan bahwa Indonesia ternyata telah kembali gagal untuk dapat duduk sebagai anggota Council Parts III ICAO pada Konggres ICAO ke 39 di bulan September dan Oktober 2016. Terlihat disinI bahwa persiapan yang dilakukan untuk menghadapi sidang ICAO tahun 2016 tidak dilaksanakan secara cermat, termasuk belum adanya dukungan nyata atau keterlibatan dari Kementerian dan Lembaga terkait.
“Namun apapun alasannya, Indonesia memiliki wilayah udara yang sangat luas, yang dilalui oleh :
247 rute udara domestik yang menghubungkan 125 kota di dalam negeri, selanjutnya di wilayah udara Indonesia terdapat;
57 rute udara internasional yang menghubungkan 25 kota di 13 negara, dan Indonesia memiliki;
233 bandara yang terdiri atas 31 bandara berstatus internasional. dan
202 bandara berstatus bandara domestik.
Yang artinya “ruang udara Indonesia” sebesar 52% lebih luas dibandingkan dengan ruang udara total Negara-Negara ASEAN, akan tetapi ternyata dinilai tidak pantas untuk duduk sebagai anggota Council ICAO. Dilain sisi Singapura dan Malaysia ternyata duduk sebagai anggota Council ICAO”, pungkas H.Juwono Kolbioen.
Sebagai catatan dan perlu diingat : “Bahwa Indonesia merupakan anggota Dewan (Council) ICAO Kategori III dari tahun 1962 sampai dengan tahun 2001. (Kecuali pada periode 1965-1968; Indonesia memutuskan untuk tidak mencalonkan diri karena kebijakan politik luar negeri Indonesia saat itu memutuskan untuk keluar dari PBB).
Selanjutnya Indonesia beberapa kali gagal pada pemilihan anggota Dewan ICAO pada periode setelah tahun 2001 yaitu periode 2001-2004, 2004-2007, 2007-2010 dan 2013-2016, dan pada tahun 2010 Indonesia tidak mencalonkan diri kembali untuk menjadi anggota Council Parts III ICAO. (YN/JK).