Introspeksi diri berkaitan dengan permasalahan percepatan realignment FIR Singapura yang berlarut-larut.
Indonesiannews.co/Jakarta, Sabtu 18 Maret 2017. “Dengan maraknya pemberitaan tentang upaya “Pengambil-alihan FIR Singapura”, sebagai kelanjutan maka telah dilakukan penggantian pejabat Airnav Indonesia. Ada baiknya kita melakukan introspeksi diri sebelum menyampaikan pernyataan-pernyataan ke publik. Hasil introspeksi diri tersebut digunakan untuk salah satu bahan masukan dalam menentukan program-program apa yang harus direncanakan untuk dilakukan yang tentunya melibatkan berbagai lembaga dan kementerian terkait”.
Pelayanan lalulintas udara (internasional) mutlak harus selalu dapat dilalukan.
Operasi Penerbangan adalah suatu bentuk transportasi yang dapat dilakukan apabila didukung dengan suatu jasa pelayanan yang lengkap. Pihak penyedia jasa pelayanan ditinjau dari aspek ekonomi dapat digambarkan sebagai sebuah badan usaha yang pemasukan keuangannya sangat tergantung oleh jumlah pesawat terbang yang dilayani. Perlu dipahami bahwa pelayanan lalulintas udara (internasional) mutlak harus terus diberikan walaupun jumlah atau pergerakan pesawatnya menurun. Apabila sebuah negara menyatakan tidak atau belum mampu untuk memberikan pelayanan antar bangsa tersebut, demi kelancaran penerbangan (internasional), ICAO dapat melakukan pendelegasian kewenangan kepada pengelola ruang udara negara lain yang berdekatan.
Apakah pada saat ini Indonesia masih menyatakan tidak atau belum mampu untuk memberikan pelayanan ???
Regional Air Navigation (RAN) Meeting (Indonesia mengikuti RAN Meeting terakhir tahun 1993).
Keputusan pendelegasian dilakukan dalam rapat Dewan ICAO berdasarkan masukan dari Regional Air Navigation (RAN) Meeting. Sedangkan bila ditinjau dari sisi pemerintahan antar negara, pengelola ruang udara adalah sebuah badan yang memiliki tanggungjawab atas keselamatan jiwa manusia yang berasal dari berbagai bangsa. Maskapai atau operator dari berbagai negara akan melakukan penerbangan lintas negara yang akan dilayani oleh sebuah provider yang wilayah tanggungjawabnya berbatasan diantara beberapa negara. Batas wilayah tanggungjawab ruang udara (FIR) ditetapkan dalam Regional Air Navigation Meeting (RAN Meeting) ICAO yang biasanya diadakan setiap 10 tahun sekali. Untuk FIR Singapura, RAN Meeting terakhir adalah pada tahun 1993, dan setelah itu tidak pernah dilakukan RAN Meeting.
Mengapa pada tahun 2003 dan tahun 2013 tidak dilakukan RAN meeting ???
“Permasalahan yang timbul sehubungan dengan Image terhadap Indonesia yang selama 9 tahun berada dalam Katagori 2 FAA dan sejak tahun 2001 tidak lagi duduk sebagai anggota Council Parts III ICAO”.
Hal tersebut mempengaruhi penilaian dunia internasional terhadap Indonesia yang berkaitan dengan :
Dapat diwujudkannya jaminan pemenuhan aspek keselamatan, keteraturan dan kelancaran.
Dalam aspek ekonomi dalam operasi penerbangan, bentuk prosedur yang diberikan oleh pengelola navigasi udara dimanapun berada harus memenuhi syarat efisiensi, artinya; semua prosedur yang diberikan berdasarkan konsep efisiensi. Kelengkapan, kecanggihan serta fasilitas navigasi yang modern dengan dukungan SDM yang berkualitas internasional akan turut mendukung terciptanya keselamatan, keteraturan dan kenyamanan secara lebih baik. Didalam pelayanan navigasi penerbangan, sekurang kurangnya harus ada tiga aspek yang mewakili sisi operasional dan ekonomi yang harus diberikan yaitu keselamatan, keteraturan dan kelancaran. Oleh karena itu pihak pengelola ruang udara, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada prinsipnya harus dapat memenuhi ketiga aspek tersebut di atas.
Dapat dipenuhinya kebutuhan untuk dapat dilakukannya aplikasi standar yang terbaik dengandukungan fasilitas yang terbaik dan reliable.
Tidak adanya kecelakaan bukan merupakan indikator telah lengkapnya dan siapnya seluruh SDM, alat-peralatan dan fasilitas bagi pengelola bandar udara dan navigasi udara. Keselamatan yang terbaik diperoleh dari aplikasi standar yang terbaik dengan dukungan fasilitas yang terbaik dan reliable (memiliki nilai akurasi tinggi untuk diyakini ketepatannya).
Memiliki SDM yang berkualitas dengan membentuk semangat profesionalisme yang bukan berorientasi bisnis (non business oriented) namun yang berorientasi kepada pelayanan keselamatan (safety oriented);
Membentuk program safety culture (budaya keselamatan) yang bernilai positif, disemua lini baik struktural maupun staf;
Membuat rencana kedepan dalam menghasilkan diversifikasi produk yang berkaitan dengan pengelolaan ruang udara terutama dalam menghadapi tuntutan perkembangan di lapangan.