FA GA atas nama MT terjatuh dari pintu belakang saat hendak menutup pintu. Kejadian di Pekanbaru, Riau.

 

IAAW bersama KASAU
Indonesiannews.co/Jakarta, Kamis 13 April 2017. Hasil Verifikasi Audit USOAP tahun 2016, sebagai penilaian dunia untuk ICAO yang terdiri dari 8 (delapan) parameter dengan hasil audit; mendapatkan nilai dibawah rata-rata dunia.  Artinya Indonesia harus banyak memperbaiki 8 (delapan) paremeter penilaian tersebut, terutama parameter Organisasi yang mendapatkan nilai 26 point dan KNKT yang mendapatkan nilai 32 point.

Beberapa hal yang juga harus diperhatikan oleh pemerintah untuk kemajuan dunia penerbangan Indonesia, agar diperhitungkan dimata dunia internasional, adalah :

  1. Election result (voting) pada Sidang Umum ICAO ke-39 (dengan 172 negara yang memilih), Indonesia mendapatkan nilai terendah = 96. Ini adalah kegagalan yang ke-6 bagi Indonesia untuk duduk sebagai anggota Council Parts III ICAO. Yang sebelumnya, Indonesia dikeluarkan dari anggota Council Parts III pada tahun 2001.
  2. Selama hampir 10 tahun Indonesia masuk Katagori 2 FAA (Indonesia berhasil menjadi Katagori 1 pada 15 Agustus 2016, sejak th 2007). Image buruk yang telah terbentuk sekian lama memerlukan upaya yang serius untuk dibangun kembali.
  3. Aircraft rate of accident yang meningkat hampir 2 kali lipat dari tahun 2014 s/d 2016. Untuk itu sebaiknya penerbangan sipil tidak perlu mengambil langkah sendiri, akan tetapi comply dengan regulasi saja, atau memang jika mau menjadikan penerbangan sipil menjadi lebih terpuruk. Dan harap diperhatikan juga, bahwa pangsa pasar GARUDA sangat banyak, dan berbagai pihak sudah mengincar hal ini. Karena hal ini berkaitan dengan meratifikasi ASEAN open Sky Policy, atau ASEAN Single Aviation Market. Di Indonesia, saat ini penumpang domestik dalam setahun dapat mencapai seratus juta orang, jika rata-rata satu orang penumpang membayar $50, maka akan didapat angka 65 trilyun rupiah untuk pendapatan devisa negara melalui penerbangan. Jika susunan Direksi GARUDA INDONESIA seperti hal tersebut, maka selesailah sudah nasib Penerbangan Sipil di Indonesia, terbukti bahwa ditingkat ‘decision maker’ tidak paham atau mungkin tidak mau paham tentang ketentuan dan peraturan pada dunia Aviation, seharusnya kita paham bahwa Penerbangan Sipil Indonesia ini sedang terpuruk”, pungkas Marsma TNI (Purn) H.Juwono Kolbioen.
 

Marsdya TNI (Purn) Wresniwiro,SE,MM., mengatakan : “Khusus untuk posisi Dirut Perusahaan-perusahaan BUMN memiliki posisi yang Sangat strategis, dan dikhawatirkan sering ada campur tangan politik”.

“Menyimak susunan Direksi PT.Garuda Indonesia Tbk tersebut, saya jadi bertanya-tanya dimana Direktur Teknik dan Direktur Operasi yang seharusnya adalah tenaga profesional yang  berpengalaman.  Sepertinya sudah dengan sengaja meninggalkan prinsip-prinsip dasar AOC, CASR dll. Airline yang besar seperti PT. GARUDA INDONESIA Tbk, dengan sadar melanggar ketentuan dasar, dan Regulator memperbolehkan, hal inilah yang mengakibatkan penerbangan sipil Indonesia terpuruk. Dan keterpurukan itu sangat merugikan sekali dan mengganggu penegakkan kedaulatan dan keamanan nasional serta merusak martabat bangsa”, lanjut Marsma TNI (Purn) H.Juwono Kolbioen.

Dengan demikian hasil assassement kita terhadap penyebab terjadinya kondisi dan situasi dunia penerbangan yang terpuruk ini, bukan saja menjadi bukti, akan tetapi terbukti semakin memburuk. Apakah kita akan diam saja, dan hanya sekedar memonitor???

Untuk itu mari kita / IAAW berbuat demi bangsa ini dengan memimpin Komite Ad-hoc yang harus segera dibentuk.

“Posisi Dirut tersebut memang merupakan potensi yang “berbahaya”,  karena mendudukkan seseorang disuatu jabatan pada era saat ini (era: brain to brain competition) mutlak harus berdasarkan tingkat kompetensi. Jika bicara kompetensi, maka ada 3 hal :

  • Knowledge (tidak dapat dipotong kompas),
  • Skill (perlu waktu dan tempat penugasan) dan
  • Attitude (penguasaan sift skill/cukup memprihatinkan).
Kalau tidak berdasarkan kompetensi …… ya tunggu saja kehancurannya. Karena harap dipahami persaingan saat ini hasilnya bukan lagi ‘PEMENANG’ dan ‘PECUNDANG’, akan tetapi ‘Pemenang’ dan ‘Korban’, “ tutup Marsma TNI (Purn) H.Juwono Kolbioen.

 

(YN)