KOTROVERSI PEMAHAMAN

tentang

PENGAMBIL-ALIHAN RUANG UDARA YANG DIKUASAI SINGAPURA

Media Harian Kompas terbit Rabu, 14 Juni 2017, berisi pernyataan dari perwakilan Kemenlu dan AirNav, sehari setelah seminar dilaksanakan.
Indonesiannews.co/Jakarta, Rabu 14 Juni 2017. Seminar sehari yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri; yang dilaksanakan oleh Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional dengan merangkul Masyarakat Hukum Udara pada hari Selasa, 13 Juni 2017 menciptakan “Kotrovesi” pemahaman yang berbeda tentang “Pengambil-alihan Ruang  Udara” yang di kuasai Singapura,  hal ini jelas tersirat dalam tanggapan yang tertulis pada media harian Kompas pada hari rabu, 14 Juni 2017, sehari setelah seminar dilaksanakan.

Pertanyaan mendasar yang harus kita jawab dengan jujur :

“Apakah benar, Indonesia belum mampu untuk mengelola sendiri ruang udara yang ada di atas Kepulauan Riau dan Natuna yang saat ini dikelola “DIKUASAI” oleh Singapur ???

Indonesia Aviation & Aerospace Watch

 

Marsma TNI (Purn) H.Juwono Kolbioen VP IAAW, mengatakan : “Mengakui dan meyakini ketidakmampuan bangsa sendiri tanpa memahami apa yang sebenarnya terjadi, adalah kebodohan yang dibiarkan.”

“Pengontrolan negara tetangga (Singapura) terhadap ruang udara yang berada diatas kedaulatan negara (kedaulatan : meliputi Bidang Politik, Ekonomi dan Pertahanan Negara) Indonesia pada wilayah Kepulauan Riau dan Natuna, yang merupakan kawasan strategis bagi Indonesia. Pembiaran ini mengakibatkan terganggunya penegakan kedaulatan dan keamanan nasional serta merendahkan martabat bangsa Indonesia,” ungkap H.Juwono Kolbioen.

Dan yang perlu diketahui, dasar hukum yang digunakan sebagai pendelegasian pengontrolan ruang udara tersebut adalah suatu Perjanjian yang belum memiliki kekuatan hukum yang pasti, sehingga hal ini sangat merugikan Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, baik Institusi atau Lembaga terkait diam saja, tidak ada upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebagai kepedulian dalam penegakkan kedaulatan dan menjaga martabat bangsa? lanjut Marsda TNI (Purn) Subandi Parto,SH,MH.

Apakah, Indonesia sudah tidak peduli dengan kedaulatan, harga diri, dignity (martabat, kemuliaan, pangkat tinggi, kehormatan, marwah dan gengsi) atau

hal ini merupakan ketidak-mengertian / kebodohan yang permanen ???

 

“Dihadapkan dengan kenyataan yang terjadi pada dekade belakangan ini, yaitu masih belum adanya kemauan kuat dalam menangani masalah keudaraan dan penerbangan di Indonesia di bidang politik pada sebagian penyelenggara negara baik dari kalangan eksekutif maupun legislatif, dan juga tingkat pemahaman pada Kementerian dan Lembaga terkait terhadap permasalahan Keudaraan dan Penerbangan yang belum komprehensif, telah mengakibatkan permasalahan yang dihadapi menjadi cukup kompleks, sehingga mengakibatkan upaya untuk penyelesaian masalah menjadi berlarut-larut. Sebagai akibatnya citra penerbangan Indonesia menjadi buruk dimata dunia internasional. Dari kegiatan “assassement” lanjutan terdapat fakta bahwa kondisi tersebut terjadi akibat diLembaga-Lembaga dan Kementerian-Kementerian terkait kurang menyadari urgensi penguasaan dan pembinaan bidang keudaraan dan penerbangan Indonesia yang pada kenyataannya merupakan suatu Potensi Nasional yang luar biasa”, tandas Marsma TNI (Purn) H.Juwono Kolbioen VP IAAW.

Adapun sebagai evidence (bukti, keterangan, kesaksian, petunjuk, fakta-fakta, tanda) yang dapat disampaikan disini sebagai bukti akan ketidak perdulian terhadap kedaulatan adalah :

  1. Telah terjadi pembiaran terhadap lambatnya pengembangan industri keudaraan dan penerbangan termasuk pembinaan sumber daya manusia penerbangan.
  2. Telah memberlakukan peluang dibidang keudaraan dan penerbangan hanya sebagai bisnis jangka pendek (short sighted).
  3. Bahwa dalam upaya mengatasi permasalahan keudaraan dan penerbangan tidak ada keterpaduan diantara L/K terkait. Mereka sibuk dengan “versi”nya masing-masing,  sehingga saling bertabrakan.
  4. Kesadaran terhadap flying safety yang sangat rendah.
 

Kemerdekaan menyisakan tanggungJawab dan amanat besar bagi segenap warga Negara Indonesia, salah satunya adalah untuk menegakkan kedaulatan.

Akan tetapi kenyataan yang terjadi, sebagian wilayah kedaulatan Indonesia ;

±  70 tahun telah dikontrol oleh pihak asing

(JK/IAAW/YN)