Bapak Soerjanto Tjahjono, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Yogyakarta, 23 Nopember 2017.
Indonesiannews.co/YOGYAKARTA (23/11). Keselamatan jalan adalah tanggung jawab bersama. Sebagai wujud dari tanggung jawab tersebut pemerintah menyusun manajemen keselamatan jalan. Sasaran yang ingin dicapai dengan manajemen keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan adalah penurunan fatalitas akibat kecelakaan. Dalam manajemen keselamatan LLAJ juga terdapat bahasan mengenai pelaksanaan tindakan langsung secara bersinergi.

“Untuk menekan angka kecelakaan diperlukan penegakan hukum terhadap ketentuan keselamatan berlalu lintas,” kata Solihin Purwantara, Kasubdit Penindakan Keselamatan, mewakili Direktur Pembinaan Keselamatan pada saat FGD Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Melalui Pengawasan Persyaratan Teknis dan Laik Jalan di Yogyakarta (23/11).

Selain penegakan hukum, terdapat 4 hal lain yang perlu dipenuhi demi penurunan fatalitas akibat kecelakaan, antara lain: persyaratan teknis dan laik jalan; persyaratan keselamatan kendaraan bermotor; persyaratan penyelenggaraan kompetensi pengemudi kendaraan bermotor; dan penanganan korban kecelakaan.

“Dalam pengawasan keselamatan LLAJ, terdapat tiga lingkup utama, yaitu jalan, sarana dan prasarana, serta pengemudi kendaraan bermotor,” jelas Solihin.

Senada dengan hal tersebut Ketua KNKT Soerjanto mengatakan, “Kami minta rekan-rekan Dinas Perhubungan daerah bersama kepolisian melakukan penindakan pada kendaraan angkutan penumpang yang tidak laik jalan agar dilarang beroperasi, demi keselamatan.” Menurut Soerjanto secara umum penyebab kecelakaan lalu lintas terdiri dari aspek manusia dan aspek sarana.

Melalui FGD ini, Soerjanto berharap agar Dinas Perhubungan daerah dapat mencegah terjadinya kejadian kecelakaan yang disebabkan kendaraan yang tidak laik jalan.

Soerjanto menjelaskan, berdasarkan hasil investigasi dari beberapa kejadian laka lantas, KNKT mengeluarkan beberapa rekomendasi antara lain perlunya melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan angkutan barang dalam hal pelaksanaan sistem manajemen keselamatan sesuai PP 74 Tahun 2014 ttg angkutan jalan. Hal ini perlu dituangkan dalam Permenhub.

Sementara itu, Darmaningtyas, pengamat transportasi dan kebijakan publik, mengatakan pentingnya membangun komitmen bersama untuk mewujudkan keselamatan berlalu lintas. Menurutnya operator angkutan umum bertanggung jawab pada operasional kendaraan yang laik jalan dan berkeselamatan; tidak mengubah bentuk kendaraan yang berdampak pada keselamatan; melakukan pemeliharaan kendaraan rutin; tidak menggunakan suku cadang (spare part) yang aus. “Kendaraan angkutan umum jangan lakukan kanibalisasi suku cadang,” kata Darmaningtyas. “Karena akan berdampak pada keselamatan,” lanjutnya.

“Pilot dan nahkoda adalah profesi yang prestisius, tapi sopir angkot adalah profesi buangan,” katanya. Tugas kita mendorong profesi sopir menjadi profesi pilihan yang prestisius. Pengemudi menjadi pihak yang paling banyak mendapat tekanan antara pengusaha dan penumpang. Pengusaha minta setoran, tapi penumpang minta tarif murah.

Menurut Darmaningtyas, regulator perlu menyiapkan kecakapan dan ketrampilan pengemudi melalui pendidikan dan latihan khusus untuk pengemudi angkutan umum.
“Lebih dari 50% pengemudi angkot di Jabodetabek tidak memiliki SIM, ini adalah kenyataan di lapangan,” kata Darmaningtyas.
Selain itu pengusaha wajib memenuhi hak pengemudi. “Perlu juga diperhatikan jam kerja pengemudi,” tambahnya.

Budaya keselamatan harus kita ciptakan bersama. Mentaati peraturan lau lintas jangan hanya karena takut pada polisi, tapi harus benar-benar disadari bahwa keselamatan adalah kebutuhan. Unsur budaya tertib adalah manusia yang beradab, ada aturan tertulis yang jelas yang mudah dipahami dan penegakan hukum.

Kegiatan ini diikuti oleh 67 peserta yang terdiri dari perwakilan Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten, Kota se Jateng-DIY, BPTD Wilayah X Jateng-DIY, DPD Organda DIY, serta Pengusaha Angkutan Umum.
(CAS/PTR)
———–
HUMAS DITJEN PERHUBUNGAN DARAT (Nomor: 108/SP/XI/HMS/2017)