Batas Ruang Udara Kedaulatan yang dikelola oleh Singapura dan Malaysia

Sector A Rans Charges
Setoran Maskapai “RANS Charge” dari CAAS Singapura ke PT. Angkasa Pura

 

Indonesiannews.co/ Jakarta, 2 Januari 2018. Marsma (Purn) Juwono Kolbioen, melalui Organisasi; Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW), sebagai Vice President; menyuarakan bahwa: “Perjanjian realignment FIR Jakarta dengan FIR Singapura yang ditandatangani pada tahun 1995 belum memiliki kekuatan hukum. Hal ini disebabkan, belum disahkan oleh ICAO (sesuai Pasal10b), yang artinya; ‘Penandatanganan pada tahun 1995 belum efektif berlaku'”.

Akan tetapi “Pendelegasian Tetap Dilanjutkan”,  dalam bentuk  “Minutes of Discussion (MoD)”  antara Dirjen Hubud dan Civil Aviation Authority of Singapura (CAAS) sebagai Pemegang Otoritas Penerbangan Sipil  Singapura.

Hal  tersebut  dilakukan semata-mata hanya bertujuan untuk “Memperoleh Penerimaan Setoran RANS Charge” dari CAAS Singapura pada sektor “A”.  Walaupun, perjanjian dalam bentuk MoD tersebut sangat “lemah” karena belum disahkan dengan Undang-Undang  RI atau Keppres/Perpres, juga tidak mengatur aspek “Akuntabilitas” berupa “Pelaporan” dan “Verifikasi”, serta “Refiew” secara berkala ataupun “Audit”.

“Satu hal yang harus diperhitungkan Indonesia adalah tanggungjawab pihak Indonesia apabila terjadi Accident di ruang udara yang didelegasikan kepada Singapura, dan faktor penyebabnya, melalui kesalahan ATS Singapura.

Indonesia sebagai penerima Setoran RANS Charge dari Sector  “A”,  tentunya akan dituntut pertanggungjawaban untuk setiap masalah yang diakibatkan kesalahan ATS Singapura. Tuntutan pertanggungjawaban dapat melalui Maskapai Penerbangan, Operator Penerbangan, dan Pihak Korban.  Pada Penerbangan Internasional Claim Ganti Rugi untuk korban atau keluarga korban , tidak memiliki ketentuan yang baku dan tentu akan sangat membebani Indonesia”, lanjut Marsma (Purn) Juwono Kolbioen.

Oleh sebab itu, kami; “Indonesia Aviation and Aerospace Watch (IAAW), menyuarakan agar  realignment FIR Singapura dapat direalisasikan dengan segera, karena hal tersebut akan lebih baik bagi Indonesia, baik dalam Devisa bagi Negara dan juga karena perjanjian tersebut belum memiliki kekuatan hukum yang pasti”, tegas Marsma (Purn) Juwono Kolbioen.

Suatu hal yang sangat menarik adalah; Setiap tahun, Indonesia melalui PT.Angkasa Pura menerima setoran uang sebesar kurang lebih $ 5 juta/thn (selama bertahun-tahun hingga saat ini), sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

 

 

(JK/YN; indonesiannews.co, Jakarta)