Berbagai upaya “diduga” sengaja dilakukan untuk menggagalkan percepatan Realignment-FIR
Indonesiannews.co/ Jakarta, 1 Juni 2018. Realignment-FIR yang merupakan program percepatan pemerintahan Joko Widodo, yang di instruksi kan sejak tahun 2015, dikuatirkan akan menjadi cerita belaka. Bagi Indonesia sebagai negara yang berdaulat, Kepentingan Nasional merupakan dasar utama dalam tujuan untuk Menegakkan Kedaulatan Bangsa dan Negara dan harus dilakukan melalui perundingan dengan negara tetangga (lain).
Kepentingan Nasional Indonesia yang berkaitan dengan masalah kedaulatan, keamanan dan martabat bangsa belum mendapat perhatian khusus. Hal ini terbukti sejak tahun 1973 hingga saat ini, berbagai perundingan dan perjanjian yang dilakukan antara Indonesia dan Singapura yang berkaitan dengan pendelegasian kewenangan pengontrolan sebagian ruang udara kedaulatan Republik Indonesia sepertinya tidak kunjung mendapatkan peyelesaian.
Singapura merupakan negara yang maju di segala bidang, kondisi ini bertolak belakang dengan Indonesia. Indonesia merupakan negara terbesar diantara negara-negara ASEAN, dan memiliki wilayah yang sangat luas, serta sumber daya alam yang melimpah dan berbagai potensi lainnya, akan tetapi seperti tidak berdaya saat bernegosiasi dengan Singapura (luas negara yang kecil). Dalam kerjasama hubungan bilateral, posisi Indonesia saat berdiplomasi cenderung lemah dan sering menjadi pihak yang dirugikan. Dapat disimpulkan bahwa hubungan Indonesia dan Singapura tidak saling menguntungkan.
Perjanjian yang digunakan sebagai dasar pendelegasian kewenangan pengontrolan sudah berlangsung selama 23 tahun, akan tetapi sebenarnya “PERJANJIAN” ini belum memiliki kekuatan hukum yang pasti (belum berlaku), namun tetap dipakai.
Perlu dikaji ulang mengenai perundingan dan kelanjutan antara Indonesia dengan Singapura yang diwujudkan dalam bentuk; “Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and of Government of the Republic of Singapore on Realignment of the Boundary Between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight Information Region”. Dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 21 September 1995, setelah melalui proses pembahasan antara DGAC Indonesia dan CAA Singapura. Kemudian perjanjian tersebut diratifikasi dengan Keputusan Presiden RI No. 7 tahun 1996 tanggal 2 Februari 1996.
Namun perjanjian antara Indonesia dan Singapura tentang pengalihan batas FIR Jakarta dan Singapura hingga saat ini belum mendapatkan pengesahan dari pihak ICAO. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut belum sah secara hukum dan belum berlaku, karena ketentuan dalam “article 10 (entry into force)”, belum dipenuhi yaitu; Mendapat Pengesahan dari ICAO.
“Article 7 (review)”; Kalimat yang menyatakan bahwa perjanjian akan ditinjau ulang setelah lima (5) tahun untuk perpanjangan, apabila mendapat persetujuan kedua belah pihak. Sehubungan dengan hal tersebut Indonesia telah menyampaikan usulan untuk mengadakan pertemuan tinjau ulang perjanjian, akan tetapi Singapura dengan mengacu kepada “article 10 (entry into force)”, berpedoman peninjauan ulang belum bisa dilakukan karena perjanjian yang ada belum mendapat pengesahan dari pihak ICAO (diputar-putar oleh Singapura). Sehingga perjanjian yang sudah berjalan selama 23 tahun belum pernah dilakukan peninjauan ulang.
Meskipun perjanjian antara Indonesia dan Singapura tentang pengalihan batas FIR Jakarta dan Singapura belum mendapatkan pengesahan dari pihak ICAO, namun Indonesia dan Singapura telah sepakat untuk memberlakukan perjanjian berdasarkan semangat negara bertetangga, khususnya untuk area sektor A yang tidak ada kaitan dengan negara ke-tiga. Akan tetapi Singapura menolak ketentuan dalam pasal 7 perjanjian.
(YN / Indonesiannews.co – Jakarta)