Kepastian Hukum atas Ruang Udara di Indonesia
Indonesiannews.co/ Jakarta, 12 September 2018. DiskumAU bertujuan menyelenggarakan kegiatan seminar tentang Pengelolaan Wilayah Udara Nasional, yang akan dilaksanakan pada hari Kamis, 13 September 2018 bertempat di Klub Eksekutif Persada Purna Wira, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Dengan pembicara; Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, Prof. Makarim Wibisono, MA, Ph.D, Prof. Atip Latipulhayat, SH, LLM, Ph.D, dan Pangkohanudnas. Perjanjian pendelegasian pengontrolan sebagian ruang udara kedaulatan NKRI kepada Singapura telah berlangsung lebih dari 72 tahun, dan selayaknya dapat ditinjau kembali untuk kepentingan nasional bangsa dan negara demi keamanan / stabilitas nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena dasar hukum yang dipakai sebagai landasan hukum pada kesepakatan pendelegasian pengontrolan sebagian ruang udara kedaulatan RI dikawasan kepulauan Riau dan Natuna kepada Singapura yang tertuang dalam: “Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Singapore on the Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information Region (FIR) and the Jakarta Flight Information Region (FIR”), yang ditandatangani di Singapura pada tanggal 21 September 1995, tersebut pada kenyataannya “TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM YANG PASTI”. Dan kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak (Indonesia-Singapura) tercantum dalam Article 10 butir b, pada akhirnya menyulitkan dan merugikan pihak Indonesia.ARTICLE 10 ENTRY INTO FORCE Each Party shall notify the other of the fulfilment of its internal legal procedures concerning ratification. This Agreement shall enter into force on the date of completion of the later of the following events: (a) the notifications by the two Parties; and (b) the approval of the realignment of the Singapore FIR and Jakarta FIR by the ICAO. |
- Diratifikasi oleh kedua negara. Indonesia meratifikasi perjanjian ini pada 2 Februari 1996
- Mendapatkan persetujuan dari ICAO. Sampai saat ini persetujuan dari ICAO belum diperoleh.
- Maka Perjanjian tersebut belum memiliki kekuatan hukum yang pasti (belum berlaku).