Kontroversi Bencana Alam Palu

Kontroversi Berita “Penjarahan” akibat Bencana Gempa, Tsunami dan Lumpur di Palu

Di duga proses penjarahan bukan dilakukan oleh korban bencana, tapi itu sudah disetting seperti peristiwa 98 , jadi ada otak permainan untuk jatuhkan citra pemerintah Jokowi dari Bencana Alam di Palu.

Baca juga :

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181001162509-20-334676/ada-provokator-penjarahan-toko-di-palu-intelijen-dikerahkan
Pkl. 14:00 dan 15:00 WITA serentak penangkapan 29 orang penjarah ternyata berasal dari luar kota Palu.

https://m.suara.com/sport/2018/10/01/192126/jenazah-dua-atlet-paralayang-ditemukan

 

Indonesiannews.co / Yohana Nency Jakarta, 1 Oktober 2108; pukul 00.00 wib

 

Bencana alam; Gempa, Tsunami dan Lumpur yang terjadi di Kota Palu berhasil meluluhlantakkan kota tersebut dari keberadapan manusia.
Pemberitaan tentang “PENJARAHAN”  baik dari portal berita media online nasional dan internasional, surat kabar, dan televisi, menimbulkan rasa heran dan tanda tanya akan PANCASILA dan Kaidah Keagamaan untuk saling tolong menolong, iklas dan kasih.

 

Menteri dalam negeri sempat memberikan statemen yang dimuat pada portal media nasional terpercaya, akan tetapi pada kesempatan lain statemen tersebut dibantah kembali oleh menteri dalam negeri.
Hal ini tidak dapat ‘disalahkan’, mengingat situasi dan kondisi yang sangat tidak kondusif, dikarenakan bencana alam yang meluluhlantakkan kota Palu tersebut. Yang mengakibatkan terputusnya komunikasi dan tertutupnya jalur transportasi ke kota Palu.

 

Baca juga :

https://m.liputan6.com/news/read/3656836/personel-atc-airnav-anthonius-gunawan-korban-gempa-palu-dimakamkan

https://m.suara.com/news/2018/10/01/202946/gempa-orang-kaya-palu-ramai-ramai-tinggal-di-mobil-mewah

https://m.suara.com/news/2018/10/01/201351/bocah-3-hari-hidup-di-bawah-runtuhan-gempa-sambil-peluk-jasad-ibu

https://m.merdeka.com/peristiwa/alat-deteksi-tsunami-di-sulteng-rusak-karena-vandalisme.html

https://m.liputan6.com/news/read/3656859/bnpb-sebut-ratusan-rumah-tenggelam-lumpur-usai-gempa-dan-tsunami-palu

 

Semestinya pemberitaan  “PENJARAHAN”  tidak dijadikan  “TOPIK”  krusial dalam musibah tersebut, karena dapat diyakini dan memungkinkan pemilik toko, mall, rumah makan dan atau toko klontong lainnya juga terkena musibah dan tidak dapat melayani penjualan barang dagangannya, sementara banyak massa antara lain; bayi, balita, anak-anak, wanita hamil, ibu-ibu, lansia dan mungkin orang sakit medis dan cacat menjadi korban bencana dan membutuhkan makan, minum serta pakaian, selimut dan kebutuhan lainnya.

 

Sebagai penulis dan pengamat, saya merasa sedih dan kecewa akan hal ini, apalagi jika keluhan  “PENJARAHAN”  dinyatakan oleh orang yang memiliki kemampuan materi dan kepandaian diatas rata-rata rakyat Indonesia.

Tentu kita sebagai warga negara patut hukum tidak melegalkan kejahatan, akan tetapi jika hal ini terjadi didepan saya dan saya sebagai pemilik salah satu toko, dengan iklas saya akan mempersilahkan korban bencana untuk mengambil apapun yang bisa dimanfaatkan untuk korban sesuai kebutuhannya.

Baca juga :

https://m.liputan6.com/news/read/3656006/video-ngeri-kondisi-palu-setelah-diterjang-gempa-dan-tsunami

https://m.liputan6.com/showbiz/read/3656864/gempa-palu-bikin-rumah-ray-sahetapy-hancur

https://m.detik.com/news/berita/4237554/alat-deteksi-tsunami-hilang-polri-kami-selidiki-ketika-dilaporkan

 

Jika, para orang pintar dan juga yang memiliki materi lebih ada dibandingkan dengan korban atau pun rakyat Indonesia (diberbagai daerah), memiliki pendapat dan pemahaman seperti ini  “PENJARAHAN”  apa jadinya keberadapan dan kemanusiaan di negeri tercinta ini.

 

Proses  “PENJARAHAN”  terjadi karena;
1. Kota Palu sebagai lokasi bencana alam, sulit dan tidak memungkinkan untuk dijangkau dalam hitungan menit atau pun jam.
2. Listrik di kota tersebut pun padam.
3. Komunikasi terputus (tidak ada pemancar untuk mendapatkan jaringan ke satelit).
4. Korban berjatuhan dan belum ditemukan atau terdeteksi keberadaan korban-korban.
5. Setelah gempa dan tsunami, terjadi lumpur yang keluar dari tanah yang terbelah.
6. Bandara lumpuh total.
7. Hujan deras di malam hari.
8. Gedung-gedung runtuh dan menimbun ratusan orang di dalamnya.
9. Dll.

Dalam situasi seperti di atas, apakah masih ada orang yang bisa berdagang?

 

Baca juga : https://m.suara.com/news/2018/10/01/190940/act-penjarahan-gempa-lombok-akibat-respon-bantuan-yang-lambat

 

Hal ini semestinya dapat menjadi pelajaran dimasa depan, bahwa kesadaran akan kemanusiaan di bumi pertiwi ini masih sangat “minim”.

 

(YN / Indonesiannews.co – Jakarta)