Indonesiannews.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan memiliki pola-pola baru dalam penanganan korupsi. Dengan pola-pola lama, kinerja KPK akan sulit sebagai institusi antisurah.

Hal ini disampaikan politisi PDIP Masinton Pasaribu, Anggota Komisi III DPR RI dalam diskusi bertajuk KPK di Persimpangan Jalan? (Kontrol Pemerintah vs Perang Total Pemberantasan Korupsi) yang dibidani Vox Point Indonesia (VPI) di Sanggar Prativi Building, Jakarta, Jumat (5/7/2019).

“KPK sudah berada dalam zona yang nyaman, tidak membuka diri dalam kritik dan masukan. Sangat eksklusif,” ujar Masinton.

Sejauh ini pemberantasan korupsi terkesan dimonopoli oleh KPK. “Kalau itu tolak ukur, artinya pemberantasan korupsi jalan ditempat. KPK memiliki kewenangan yang sangat besar yakni, koordinasi, supervisi, menyelidik, dan menyidik,” ujarnya.

Disampaikan pula, sejauh ini anggaran dalam menyelesaikan satu perkara bisa mencapai Rp. 400 juta dari tahap penyidikan sampai penuntutan.

Menurut Masinton, tantangan besar KPK kedepan adalah dari internal, bukan hanya eksternal.

Dikritisi laporan keuangan KPK yang oleh BPK dinilai Wajar Dengan Pengecualian (WDP). “Ini musibah. Sedangkan laporan audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) saja itu hal biasa. Jadi, kalau WDP itu musibah,” tukas Masinton.

Kekuatan KPK, kata Masinton, hanya menyadap. Tidak kreatif. “Kalau begini terus, maka pemberantasan korupsi bakal jalan ditempat,” cetus Masinton.

Sementara itu, Dr. Santrawan T. Paparang Praktisi Hukum meminta di KPK harus ada keseimbangan. Dengan kata lain, penyidik harus ada juga dari militer, tidak hanya dari kepolisian saja.

Masinton menambahkan, KPK bisa jadi linglung, bila tidak mereformasi dirinya. “Ada paksionalisasi dalam tubuh KPK. Ada kelompok di internal yang tidak ingin ada penyidik dari luar KPK,” tukasnya.