MENCEGAH DISINTEGRASI BANGSA DARI RESIDU PEMILU SAMPAI ISU PAPUA .

generasi muda dari ragam intitas keagamaan ķalangan cindikia, juga sampaì partai politik harus turut serta bersama merekatkan tali kebangsaan trobosan kreatif dan inovatif,mesti ditempuh dari meńyembuhan penyakit yang dapat melumpuhkan negara dan bangsa,

the indonesian democracy initiative (TIDI ) terpanggil untuk mempertemukan generasi muda dengan kekayaan untuk memberikan gagasan dan gerakan yang dimilikinya untuk bersama menggeliatkan demokrasi substansi di indonesia dalam sebuah agenda publik talks yang bertajuk “mencegah disintrigasi bangsa dari residu pemilu sampai isu papua”minggu 15/9/19 hotel alia cikini jakarta.

pemilu 2019 menghasilkan sebuah residu polarisasi berupa tercelahan masyarakat pada fenomena”cebong dan kampret” sebuah ungkapan untuk menyebut kelompok pendukung jokowi dan prabowo keterbelahan extrim dalam sebuah sosial  media,oleh karnanya perlu ada upaya untuk mendorong agar polarisasi tersebut tidak semakin exstrim dan mengarah pada terjadinya disintegrasi bangsa.

yang kita tau konflik di papua sudah cukup lama mengisi pengetahuan publiķ tidak terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya,sehingga isu ini tidak boleh di biarkan terus berķembang,karna konflik ini bisa di gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memecah kedaulatan ( NKRI ).

salah satu indikasinya ialah dengan apa yang terjadi kota port moresby baru baru ini port moresby,ibu kota papua nugini sebuah negara yang berbatasan langsung dengan papua,kedatangan benny wenda dan sorong semarai.

benny wenda adalah tokoh pro kemerdekaan papua sedangkan sorong semarai adalah band dari negara australia yang gencar meng -kampanyekan lagu yang liriknya pro dengan gerakan “OPM.

menurut arya sandhiyudha DIREKTUR EXSEKUTIF ( TIDI ) langkah cepat pemerintahan jokowi dalam menangani konflik di papua beberapa belakangan ini,patut diacungi jempol,pertemuan sejumlah tokoh papua dengan presiden jokowi di istana negara diakhiri dengan persetujuan atas 10 permintaan rakyat papua .

salah satunya pembangunan istana negara di papua harus di pahami sebagai upaya pendekatan yang sangat manusiawi dalam meng-counter isu rasisme ysng sempat mimicu konflik”ujar arya.

namun menurutnya pendekatan semacam ini tentu saja tidak serta merta menyelesaikan persoalan di papua sampai ke akarnya,setidaknya ada empat isu penting yang perlu menjadi perhatian serius bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh rakyat indonesia terutama kaum intelektual untuk memastikan bahwa mayoritas rakyat papua bahagia untuk tetap menjadi bagian dari negara kesatuan republik indonesia (NKRI).

ke empat isu penting tersebut dijelaskan oleh ARYA ,secara lengkap seperti berikut ini.pertama isu mengenai indetintas isu ini kerap menjadi potensi pemicu konflik di papua dan beberapa wilayah indonesia lainnya seperti yang terjadi di surabaya beberapa waktu lalu, adanya persepsi bahwa rakyat papua yang memiliki ras mayoritas rakyat indonesia harus di sikapi secara baik beberapa tokoh papua seperti “filep karma, bahkan kerap menggunakan isu indetitas ini dikaitkan dengan rasisme masalahnya dengan menulis buku” seakan kitorang setengah binatang”.

isu kedua adałah persoalan hak asasi manusia (HAM) isu ini sepenuhnya menjadi acuan pemerintah indonesia untuk menjamin perlindungan (HAM) yang terjadi di papua meski begitu pemerintah juga perlu memaparkan bahwa ada dimensi kokalitas.

dalam pemerintah (HAM) diwilayah NKRI,hal ini juga mirip dengan pelaksanaan demokrasi yang bisa di ķesampingkan dengan sistem noken ( pemilihan umum) yang di wakili oleh kepala adat yag sangat kaya dengan kearifan lokal masyarakat papua seharusnya menjadi “PR” terkait papua yang harus di selesaian.”(nur)