Tim kuasa hukum Dr. H. Syahganda Nainggolan kecewa atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum siang tadi di Pengadilan Negeri Kota Depok, Kamis siang, 1/4/2021.

Syahganda dituntut hukuman 6 tahun penjara dipotong masa tahanan, serta denda Rp.500,-. Menurut tim Jaksa Penuntut Umum dipersidangan siang tadi, bahwa Syahganda Nainggolan telah melakukan tindak pidana menyiarkan berita ataupun berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 14 ayat 1 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dalam dakwaan pertama penuntut umum, yang dibacakan oleh Jaksa Syahnan Tanjung.

Sidang telah berlangsung sekitar 18 kali, yang mana dalam sidang ini telah dihadirkan berbagai Saksi Fakta, Saksi Ahli, baik yang dihadirkan oleh pihak Jaksa maupun Kuasa Hukum terdakwa. Hal tersebut guna memberikan keterangan dihadapan Majelis Hakim, yang diketuai Hakim Ramon Wahyudi, sesuai KUHP.

Terkait dengan tuntutan Jaksa siang tadi dalam perkataan SN, awak media menghubungi Kuasa Hukum terdakwa (Kamis malam 1/4/2021) melalui telepon cellular meminta tanggapan, berikut pernyataan Abdullah Alkatiri (Koor Kuasa Hukum SN) :

  1. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari gabungan Jaksa Agung dan Jaksa lokal Depok, yang telah menuntut hukuman Doktor Haji Syahganda Nainggolan selama 6 tahun adalah hanya berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), bukan berdasarkan dari fakta-fakta dalam persidangan. Sebagaimana yang telah diatur dalam KUHP pasal 185 ayat 1 bahwa keterangan Saksi adalah keterangan yang diambil di persidangan, begitu juga dengan Pasal 186, keterangan Ahli diambil dari persidangan, dalam KUHP ini tidak ada satupun pasal menyebut bahwa keterangan tuntutan berdasarkan pada BAP.
  2. Pasal 4 ayat 1 tahun 1946 menjelaskan bahwa harus sudah terjadi peristiwa, Twitter Syahganda itu telah kejadian.
  3. Terkait pernyataan Menkopolhukam, Prof Mahfudz MD (92% Pilkada dibiayai cukong-cukong dapat menimbulkan korupsi kebijakan) yang dikutip SN itu adalah masalah Pilkada dan tidak ada hubungan dengan RUU Ciptakerja, dan dalam pasal RUU Ciptakerja juga tidak ada cluster soal Pilkada.
  4. Bahwa faktanya SN adalah Ketua Dewan Syuro PPMI-98 yang merupakan stake holder dari UU Ciptakerja, karena terkait sehingga SN membaca 1000 halaman lebih draft RUU Ciptakerja Omnibuslaw. Hal ini ia nyatakan bahwa dirinya telah membaca draft RUU itu, lalu bohongnya dimana.
  5. Soal pidato Jenderal purn Gatot Nurmantyo (GN) terkait RUU Ciptakerja Omnibuslaw, di Karawang dengan menyebut kalimat “tidak manusiawi”. SN tidak mengatakan GN “mengutuk RUU Ciptakerja” namun SN menyimpulkannya ucapan GN dengan kata “mengutuk” sebagai persamaan makna kata dari “tidak manusiawi”.
  6. Kemudian saksi fakta yang terlibat keributan dalam demo tolak RUU Ciptakerja pada tahun 2020 lalu, berikan kesaksiannya di depan Persidangan Majelis Hakim, bahwa ia terinspirasi dan hadir ikut demo setelah membaca info dari Instagram. Syahganda tidak punya aplikasi Instagram, ia memposting di akun Twitternya yang ia miliki, sesuai yang dilaporkan pelapor, ditulis dalam BAP dan Dakwaan Jaksa.
  7. Saat terjadi aksi pembakaran Busway di Sarinah dalam demo tolak RUU Ciptakerja tahun 2020 lalu telah diungkap dalam acara Mata Najwa, juga diakui oleh Pak Wawan dari BIN, yang aksi anarkis tersebut dilakukan oleh kelompok yang bernama Anarko, bukan dilakukan oleh Mahasiswa dan Buruh.
Lebih lanjut Alkatiri sampaikan kenapa fakta-fakta tersebut tidak ada di dalam tuntutan? Lalu buat apa selama ini sidang sampai hari ini sudah ke -18, kemudian menghadirkan ahli, saksi, untuk dimintai keterangannya dalam sidang guna mencari fakta kebenaran dan keterangan ahli.

“Saya juga bingung, tidak ada satu pun laporan pelapor SN soal WA (WhatsApp), yang dilaporkan pelapor adalah screenshot postingan terdakwa di Twitternya, tidak ada laporan screenshot percakapan terdakwa di WA, ini gimana ucap Alkatiri

Bahkan menurutnya dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum pun tidak ada soal percakapan WA Grup KAMI, yang ada adalah cuitan Twitter SN sesuai laporan pelapor. Lagi pula percakapan dalam WA Grup KAMI itu konstitusional, kalau itu suatu suatu pelanggaran dari kemaren2 KAMI sudah dihentikan, KAMI kan masih eksis, terang Alkatiri.

“Terkait isi komunikasi WA Grup KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) bahwa mengkritisi itu wajar, apakah ada komunikasi kawan-kawan KAMI yang tidak sesuai fakta,” tuturnya.

Dilain sisi terkait tuntutan JPU kepada SN, dirinya akui bingung kenapa akhirnya persidangan larinya ke WA Group KAMI? Padahal laporan, pemeriksaan BAP dan Dakwaan terkait dengan cuitan SN di Twitternya, kemudian keterangan Ahli bahasa yang dihadirkan JPU nyatakan bahwa SN lakukan kebohongan lantaran cuitannya tidak sama dengan gambar yang di upload.

Pernyataan ahli bahasa soal gambar yang diupload tidak sesuai dengan tulisan postingan disebut suatu kebohongan itu aneh, Alkatiri berikan contoh, “saya rekreasi dengan keluarga,” kemudian saya upload foto gambar gunung, apakah saya bohong? Itu kan artinya saya rekreasi ke Gunung, tambah Alkatiri.

Kalau penegakan hukum seperti ini ya hancurlah negara kita ini.

Ditanya soal rencana yang akan di lakukan dalam sidang selanjutnya terkait tuntutan Jaksa kepada Kliennya, Alkatiri sampaikan bahwa timnya profesional, bukan copy paste BAP, kami akan bela SN sesuai fakta persidangan, yang mana rekamannya, semuanya ada dan jelas, yang akan kami sampaikan sidang selanjutnya, pada Kamis pagi, 8 April 2021 di PN Depok.

“Kami sangat yakin Hakim masih punya hati nurani, dan Hakim akan melihat fakta-fakta sidang dan Pledoi yang berdasarkan fakta persidangan, bukan berdasarkan BAP. Perlu diingat bahwa Hakim itu adalah pengadilan Tuhan di dunia, yang semboyan prinsipnya adalah kebenaran, keadilan harus ditegakkan meskipun langit runtuh,” tutup Pengacara Senior, Abdullah Alkatiri.