PT. Alam Sutera Realty Tbk. Diadukan ke Satgas Anti Mafia Tanah, Perkara Apa?

 

 

Indonesiannews.co  /  Jakarta, 20 Oktober 2022 – Belum lama ini, tepatnya Rabu (19/10/2022) lalu, tim Law Firm Hendarsam Marantoko & Partners (HMP Law Firm), di antaranya Muhammad Faisal, S.H., M.H., Irawanto, S.E., S.H., M.H., Erlan Nopri S.H., M.Hum., dan Arif Sastra Wijaya, S.H., M.H. membuat pengaduan ke Posko Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah Kepolisian Negara Republik Indonesia di Mabes Polri, Jakarta Selatan.

 

Kedatangan mereka merupakan tindak lanjut atas pengajuan permohonan perlindungan hukum kepada klien mereka, yakni Ali Chandra. Persoalan hukum ini menyangkut dugaan indikasi keterlibatan mafia tanah dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT. Alam Sutera Realty, Tbk., atas Objek Tanah milik Ali Chandra.

 

Pihak HMP Law Firm berkeyakinan, klien mereka adalah pemilik sah atas tanah atau objek tanah seluas 45.000 m2 atau 4,5 hektare, yang dahulu, terletak di Desa Kunciran, Kecamatan Cipondoh, Kabupaten Tangerang, Jawa Barat.

 

Kini, merupakan Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten, yang kini tanah a quo dikenal sebagian dengan Cluster Aurora dan sebagian Cluster Aruna.

 

“Bahwa tanah milik klien kami, pada mulanya, berasal dari sertifikat induk PT. Pembangunan Perisai Baja (selanjutnya disebut PT.PPB). Bahwa objek tanah itu telah dibeli dan dibayar lunas oleh klien kami sebesar Rp 450 juta,” jelas Hendarsam Marantoko, pemilik HMP Law Firm.

 

Keterangan objek tanah tersebut didukung beberapa fakta. Mulai dari Akta Perjanjian Jual Beli Nomor: 189/KC/10/82 tanggal 6 Oktober 1982 antara PT. PPB selaku Penjual dengan pihak Pembeli yang telah dicatat di buku daftar Notaris Mohamad Said Tadjoedin No: 18.587/1982 tanggal 12 Oktober 1982.

“Selanjutnya, Akta Jual Beli mengenai perpindahan hak atas objek tanah milik klien kami, dari PT. PPB kepada klien kami tanggal 3 November 1984. Ini juga sudah dilakukan pengukuran atas objek tanah itu,” ungkapnya.

 

Adapun, akta jual beli milik Ali Chandra, telah diajukan proses sertifikasi oleh PT. PPB kepada Kantor Pertanahan, berdasarkan Surat Permohonan Sertifikat tanggal 19 Juni 1986 dan Surat Pernyataan tanggal 8 Agustus 1987.

 

Bahwa ditengah proses sertifikasi yang tak kunjung selesai, justru, tahun 1996, Ali Chandra mendapat informasi bahwa PT. Alam Sutera Realty Tbk., yang dahulu bernama PT. Adihutama Manunggal (atau PT. Alam Sutera Realty Tbk.) akan membeli tanah seluas 350.000m2 (termasuk didalamnya Objek Tanah seluas 45.000m2 milik Ali Chandra) dari PT.PPB,” tambahnya.

 

Selanjutnya, tahun 2005, Ali Chandra shock ketika mendapati tanahnya telah diklaim oleh PT. Alam Sutera Realty Tbk., berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 127/2005 dihadapan PPAT Nanny Sri Wardani, S.H., dan juga dikonfirmasi telah terbit SHGB atas nama PT.Alam Sutera Realty Tbk.

 

“Bahwa dengan dilakukannya jual-beli tanah milik klien kami tanpa hak dan melawan hukum antara PT. PPB dengan PT. Alam Sutera Realty Tbk., maka patut diduga telah terjadi dugaan tindak pidana penyerobotan tanah sesuai Pasal 385 KUHP. Selain itu, patut diduga, surat-surat dan/atau dokumen yang disyaratkan untuk penerbitan SHGB, diduga adalah palsu atau tak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,” jelasnya.

 

Diketahui, jauh hari sebelumnya, tim HMP Law Firm, sempat menyambangi Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota Tangerang, pada 12 Agustus 2022 lalu.

 

“Maksud kami mendatangi Kantor BPN Kota Tangerang, yakni untuk audensi dan meminta klarifikasi kepada BPN. Ini terkait penerbitan SHGB milik PT. Alam Sutera Realty Tbk., karena di satu sisi, klien kami adalah pemilik objek atas jual beli yang sudah dilakukan tahun 1982. Pengurusan sertifikat sudah pernah diajukan, namun klien kami tidak tahu mengapa proses di BPN tidak selesai,” ujarnya.

 

Sehingga, patut diduga telah terjadi tindak pidana pemalsuan surat sesuai Pasal 263 KUHP dan Tindak Pidana memberi keterangan palsu ke akta autentik. Hal ini berdasarkan Pasal 266 KUHP, di mana tindakan-tindakan itu, kata Hendarsam, patut diduga melibatkan pejabat umum pemerintah yang berwenang. Sementara, disisi lain, ada ratusan lebih pembeli unit atau korban yang diduga mengalami hal serupa seperti Ali Chandra.

 

(***)