Dampak Perubahan Iklim, Dapat Mengakibatkan Negara Berpotensi Kehilangan Triliunan Rupiah pada Komoditas Beras & Kopi

 

 

 

Perubahan iklim membuat lahan pertanian berpotensi tidak dapat ditanami kopi dan beras, Produksi beras juga akan terganggu dan mengancam kebutuhan 49 Juta Jiwa masyarakat Indonesia. Nilai ekonomi yang berpotensi hilang mencapai lebih dari Rp. 49 triliun per tahun.

 

 

Indonesiannews.co  / JAKARTA, 23 November 2022. –   Sebuah penelitian skala nasional terbaru mengungkapkan, perubahan iklim akan mengurangi produktivitas komoditas kopi dan beras. Penelitian ini memiliki temuan, yaitu pada tahun 2051 – 2080, Indonesia bisa kehilangan nilai ekonomi produksi padi rata-rata Rp424 triliun per tahun yang akan meningkat pada pertode 2081 – 2100 menjadi Rp56,45 triliun per tahun.

 

Kerugian serupa juga ditemukan akibat kehilangan nilai ekonomi produkm kopi arabika antara tahun 2051 2080 sebesar rata-rata Rp3,9 triliun per tahun hingga Rp6,8 triliun per tahun pada periode 2081 2100. Laporan itu juga menunjukkan bahwa 63X-100X lahan yang saat ini dapat ditanami kopi Arabika akan tidak lagi sesuai untuk budidaya kopi Arabika, sementara produktivitas padi nasional turun hingga 8 juta ton pada 2100 atau setara kebutuhan beras untuk 42 juta jiwa.

 

Laporan bertajuk “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertani Fokus Komoditas Padi dan Kopi” ini dilakukan Edvin Aldrian berbersama Elsa Surmaini, yang merupakan tim pakar iklim dan meteorologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Supari, Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG: serta Perdinan, PhD, MNRE, pakar ekonomi penilaian informasi iklim dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Kajian ini berfokus pada komoditas padi di lahan sawah dan rawa, serta kopi di lahan kering. Padi merupakan komoditas pangan utama yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Sementara itu, Indonesia merupakan produsen dan pengekspor kopi terbesar keempat secara global, dengan peran rata-rata 4,76% dari total ekspor dunia.

 

Laporan itu mengungkapkan, gangguan lahan untuk menanam kopi Arabika terjadi akibat dampak perubahan iklim pada panjang bulan kering yang penting dalam proses pembentukan bunga. Sementara itu, dampak perubahan iklim terhadap lahan persawahan terjadi karena meningkatnya kadar garam (salinitas) akibat kenaikan muka air laut (sea level rise/SLR) yang sudah dipastikan menurunkan produksi beras.

 

Edvin Aldrian, Kepala Riset dalam penyusunan laporan mengatakan, sektor pertanian saat ini masih diandalkan sebagai salah satu penopang pertumbuhan ekonomi Indone sia. “Untuk itu gangguan di sektor ini akibat perubahan iklim, akan memicu penurunan produktivitas dan terganggunya lahan pertanian, merupakan masalah serius yang harus diatasi sesegera mungkin sebelum dampaknya memunculkan efek domino yang lebih buruk di masa depan,” katanya Edvin yang merupakan Profesor Riset bidang Meteorologi dan Guru Besar Luar Biasa di Universitas Indonesia.

 

Sementara itu, Elza Surmaini penyusun laporan lainnya mengatakan kejadian iklim ekstrem mengakibatkan penurunan luas lahan dan produksi pertanian secara signifikan.

“Upaya adaptasi dan mitigasi adalah keharusan untuk memastikan tercapainya ketahanan pangan di masa depan,” kata Elza pakar di bidang Iklim dan Atmosfer di BRIN.

 

 

Beras

Kajian ini menggunakan dua skenario kenaikan muka air laut untuk menghitung dampaknya terhadap produktivitas beras di Indonesia. Dengan menggunakan skenario 2 meter sea level rise (SLR-2), berkurangnya lahan sawah karena peningkatan air laut akan menurunkan produksi beras sebesar 3,5 juta ton tahun 2100, atau setara pemenuhan konsumsi beras 17,7 juta orang. Merujuk pada data dalam laporan tersebut, kenaikan muka air laut setinggi 2 meter (SLR-2) akan membuat 430.775 hektare (ha) areal sawah di pesisir Indonesia terendam.

 

Lebih dari 70% sawah yang terkena dampak SLR-2 berada di Pulau Jawa. Selain mengurangi lahan sawah karena menjadi berada di bawah permukaan laut, kondisi ini juga dapat meningkatkan salinitas atau kadar garam tanah di areal sawah yang tersisa hingga melebihi ambang batas salinitas padi sehingga dapat mengurangi produksi beras hingga 50 persen dari potensinya atau sekitar 8 juta ton yang setara dengan pemenuhan konsumsi beras 42 juta jiwa.

 

Edvin mengatakan tanpa upaya mitigasi yang nyata untuk beralih dari bahan bakar fosil, kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim akan menjadi ancaman serius bagi kinerja ekonomi Indonesia. “Kajian ini salah satunya bertujuan untuk menyajikan perubahan nilai ekonomi di bawah skenario aksi mitigasi atau tanpa mitigasi perubahan iklim, dan hasilnya jelas bahwa kita mempertaruhkan masa depan jutaan warga kita sendiri.” Kata Edvin yang juga merupakan Wakil Ketua Kelompok Kerja 1 dalam IPCC (Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim) yang merupakan bagian dari UNFCCC.

 

 

Kopi

Produktivitas kopi Indonesia diperkirakan konsisten turun sekitar 10 persen pada periode El Nino dan hingga 80 persen pada periode La Nina. El Nino Southern Oscillation (ENSO) sangat erat kaitannya dengan pola dan intensitas hujan serta kejadian iklim ekstrem di Indonesia. Sementara itu, La Nina adalah perubahan iklim ekstrem seperti curah hujan tinggi.

 

Bila dunia tidak segera beralih dari bahan bakar fosil, Indonesia dapat mengalami penurunan hasil ekspor sekitar 2-35 persen dan peningkatan impor hingga 117 persen. Namun demikian, walau dunia berhasil mempertahankan kondisi Iklim saat ini, tetap akan terjadi kenaikan harga kopi secara keseluruhan untuk varietas arabika dan robusta sekitar 32 persen pada 2050 dan 56—109 persen antara tahun 2050 dan 2100.

 

Selanjutnya, pemodelan menunjukkan bahwa daerah Jambi, Bulukumba Karangasem, Purbalingga, Tegal, Nganjuk, Wonosobo, dan sejumlah daerah lainn a akan menjadi sama sekali tidak cocok untuk budidaya kopi arabika akibat dan da perubahan iklim pada kesesuaian lahan di daerah tersebut.

 

Supari salah satu kontributor dalam laporan ini menjelaskan, “Tanpa peningkatan yang signifikan dalam upaya mitigasi, jumlah hari di mana suhu dan kondisi curah hujan optimal untuk budidaya kopi di Indonesia akan berkurang lebih dari 50 persen pada akhir abad ini,” kata Supari yang merupakan pakar bidang Meteorologi.

 

Sementara itu, Perdinan, PhD, MNRE, tim penulis dari IPB, mengatakan, “Kerugian ekonomi dari berkurangnya produktivitas padi dan kopi akibat dampak perubahan iklim pada produksi pertanian mendesak komitmen yang lebih kuat untuk mengelola risiko iklim dan menstabilkan pasokan makanan yang penting dalam upaya mencapai target pembangunan,” kata Perdinan dari Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.

 

 

Kontak Media:

Mahawira Dillon – wira@cerah.orid /  (Peneliti Yayasan Indonesia CERAH).

Kontak Narasumber: 

Edvin Adrian – edvin.aldrian@gmail.com/  (Ketua Penyusunan Laporan Riset)

 

 

 

Kutipan

Raden Eliesar, penulis laporan “Dampak Perubahan iklim Terhadap Sektor Pertanian Indonesia: Fokus Komoditas Padi dan Kopi”

“Kenaikan suhu mempercepal proses malang buah termasuk biji kopi Perubahan curah hujan membuat tanaman kopi kekurangan air. Biji kopi tidak bisa diproduksi dengan baik, lshan kopi (jenis) arabika berkurang.

 

Ada enam wiayah dengan produktivilas yang terdampak, kemungkinan pada lahun 2050 kopi arabika (akan menjadi) langka kalau kita tidak melakukan langkah mitigssi untuk keberadaan kopi.

 

Secara nasional, dan ekonominya juga sangat berpengan Ih Indonesia bisa rugi Rp130 wmun dar kopi arabika saja Arebika bisa saja hiang 100 persen, unt k (jenis) robusta bisa hilang 23 persen.”

 

 

Restiawati, Komunitas Kopi Tunanetra

“Kekhawatiran kami, sebagai pengusaha keci, dengan menurunnya produktivitas kopi, pengusaha kel seperti kami akan dipandang sebelah mata Di Kopi Tunsnera Ini, kami selalu mengedepankan kopi lokal yang berkuaktas. Namun, dengan adanya penurunan produktivitas, maka kredibilitas kami akan dipertanyakan. Pasokan kopi berkurang, harga bahan baku naik. dan akan memengaruhi daya beli.

 

Dampak perubahan Iklim Ini perlu disikapi oleh semua pihak kerena akan sangat memengaruhi kaum difabel seperti saya. secara ekologi akan ada kekhawatiran. Usaha yang baru kami rintis juga akan sangat terpengaruh. Selain tu, dampak sosial terkan mmemnya mega. termasuk juga terbatasnya akses-akses untuk mengantisipasi bencana siam.

 

Diharapkan, semua pihak dapat mengimpiemantasikan sistem yang mendukung penyelamatan bumi dan berpacu pada sistem inklusif. Apabila sisiem sudah inklusi, tidak hanya kaum disabilitas, tetapi semua bisa mengakses dan Merasa nyaman dalam menjalani kehidupan.”

 

 

Almira Marcelani – @ Arabica Grader – Owner Sensory Trees Cafe

“Sebagai business owner dari coffee shop dan roastery. kekhawatiran terbesar kami sda pada harga. Dengan kurangnya produktivitas, maka sektor hulu sangat mungkin menaikkan harga bahan baku mereka. Tentu akan berdampak signifikan spabia harga green bean yang tinggi dengan daya beli customer yang juga rendah.”

 

 

Muhammad Aga – @ Grader – Worid Barista Championship 2018 – Co Founder SMITH Coffee

“Kekhawatiran utama sudah pasti kenaikan harga bahan baku yang terdampak karena produktivitas menurun, yang mang akan adanya sedikit hambatan untuk menaikkan harga jual ke customer.  Selain itu, berarti kami harus cari akernatif dari fenomena tersebut. Sabab. di beberapa daerah penghasil kopi yang terkona dampaknya itu adalah jenis atau varistes arabika. Jadi, mungkin ini bisa jadi kesempatan untuk jenis atau varietas lain seperti liberika dan robusta untuk bisa dikembangkan lebih jauh lagi.”

 

 

(***)