PERKEMBANGAN PENANGANAN PENGADUAN DAN PERKARA PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU TAHUN 2022
31 DESEMBER 2022

Indonesiannews.co  / Jakarta – DKPP, 31 Desember 2022.

 

A. Tugas, Kewenangan dan Kewajiban DKPP

Esensi mandat konstitusi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) secara imperative dituangkan dalam pasal 159 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU 7/2017), di mana terdapat penjabaran tugas, wewenang, dan kewajiban dalam pasal tersebut.
Pasal 159 ayat (1) UU 7/2017 menyebutkan dua tugas DKPP, yaitu (1) menerima aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu; dan (2) melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas aduan dan/atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu.

Tugas DKPP tersebut dibekali dengan empat kewenangan (Pasal 159 ayat (2) UU 7/2017), yaitu;

  • (1) memanggil Penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan;
  • (2) Memanggil pelapor, saksi dan/atau pihak lain yang terkait untuk dimintaiketerangan, termasuk untuk dimintai dokumen atau alat bukti lain; dan
  • (3) Memberikan sanksi kepada Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggarkode etik; dan
  • (4) Memutus pelanggaran kode etik.
Sementara itu DKPP berkewajiban,

  1. (1) Menerapkan prinsip menjaga keadilan, kemandirian, imparsialitas, dan transparansi;
  2. (2) Menegakan kaidah atau norma etik yang berlaku bagi Penyelenggara Pemilu;
  3. (3) Bersikap netral, pasif, dan tidak tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi; dan
  4. (4) Menyampaikan putusan kepada pihak terkait untuk ditindaklanjuti.
 

B. Data Pengaduan dan Persidangan Pelanggaran KEPP Tahun 2022

Sepanjang tahun 2022 (per 30 Desember 2022), DKPP telah menerima 124 aduan tentang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP), yang 44 di antaranya diterima DKPP pada bulan Desember 2022. Data terkait mekanisme aduan hingga dilimpahkan menjadi perkara selama tahun 2022 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

 

 

Dari 44 pengaduan masuk Bulan Desember 2022, ada beberapa catatan sebagai berikut:

  1. Pengaduan baru diterima, proses penetapan jadwal verifikasi administrasi sebanyak 29 pengaduan;
  2. Proses verifikasi administrasi sebanyak 10 pengaduan;
  3. Proses verifikasi material (perbaikan materil oleh pengadu), sebanyak 1 pengaduan; dan
  4. Proses pemberkasan pelimpahan perkara ke persidangan, sebanyak 4 pengaduan
 

Sejak dilantik pada 7 September 2022, pimpinan DKPP periode 2022-2027 sendiri telah menangani 89 aduan sepanjang September-Desember 2022 (per 30 Desember 2022).

Artinya, kurang lebih 71,5% aduan selama 2022 diterima pada empat bulan pertama pimpinan DKPP 2022-2027 bekerja.
Kami juga ingin menyampaikan bahwa penanganan 89 aduan yang berujung pelimpahan 20 perkara selama September-Desember 2022, atau dalam kurun waktu empat bulan ini, menunjukkan DKPP tidak mengabaikan tugas kami sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 159 ayat (1) UU 7/2017. Kami memproses aduan yang kami terima secepat mungkin dengan tetap memperhatikan keakuratan dan ketelitian dalam memverifikasi aduan yang kami terima.

 

 

 

Dari 89 pengaduan tersebut, jenis dugaan pelanggaran yang diadukan dapat dikategorikan terkait:
A. Banyak

  1. Tidak professional, mandiri dan adil dalam merekrut Panwas Kecamatan, sebanyak 38 aduan,
  2. Tidak professional, mandiri, dan adil dalam merekrut PPK, sebanyak 30 pengaduan.
B. Sedang

  1. Tidak professional bekerja dan curang pada tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik, sebanyak 5 pengaduan,
  2. Menerima gaji double (APBN dan/atau APBD), sebanyak 3 aduan,
  3. Rangkap jabatan, sebanyak 2 pengaduan,
  4. Gratifikasi barang, sebanyak 2 pengaduan
C. Sedikit

  1. Berujar tidak sopan, sebanyak 1 aduan,
  2. Terlibat tim kampanye, sebanyak 1 aduan,
  3. Tidak melaksanakan rekomendasi Pengawas Pemilu, sebanyak 1 aduan,
  4. Berhutang pada pihak lain, sebanyak 1 aduan,
  5. Tidak professional memproses PAW Anggota DPRD, sebanyak 1 aduan,
  6. Tidak sesuai prosedur dan mekanisme mengangkat pegawai, sebanyak 1 aduan,
  7. Tidak sesuai prosedur dan mekanisme memberhentikan pegawai, sebanyak 1 aduan,
  8. Perselingkuhan sebanyak 1 aduan,
  9. Asusila sebanyak 1 aduan.
 

Selama Januari-Desember 2022 (per 30 Desember 2022), DKPP telah meregistrasi 49 perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Dari 49 perkara yang diregistrasi, 33 perkara di antaranya telah diperiksa dan dibacakan putusannya oleh DKPP. Sementara 16 perkara sisanya masih dalam proses pemeriksaan.

 

Tabel sebelumnya juga menunjukkan bahwa sejak 7 September hingga 30 Desember 2022, pelimpahan aduan menjadi perkara dugaan pelanggaran KEPP dalam empat bulan pertama pimpinan DKPP 2022-2027 bekerja mencapai 20 perkara.

Ket: Data Persidangan Tahun 2022 (Januari s.d 30 Desember)

 

Dari 20 perkara telah diregistrasi sejak 7 September hingga 30 Desember 2022, 14 di antaranya telah diperiksa oleh pimpinan DKPP periode 2022-2027. Artinya, ada 28,57% perkara dugaan pelanggaran KEPP sepanjang 2022 yang ditangani pimpinan DKPP periode 2022-2027.

 

 

Dari data tersebut, perkara dalam proses sampai dengan Tanggal 30 Desember 2022 sebanyak 16 perkara. Rinciannya adalah sebagai berikut:

  1. Ada tiga perkara yang belum disidangkan;
  2. Ada satu perkara yang akan disidangkan untuk kedua kalinya (sidang lanjutan); dan
  3. 12 perkara sudah sidang tapi belum diplenokan;
 

Empat perkara yang akan disidang akan dijadwalkan pada bulan Januari 2023. Dari empat perkara tersebut, satu nomor perkara merupakan sidang lanjutan atau sidang kedua yaitu: perkara nomor 34-PKE-DKPP/X/2022 dengan Teradu Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Tolikara dan Ketua Bawaslu Kabupaten Tolikara.
Sedangkan tiga perkara yang belum disidangkan adalah perkara nomor 45-PKE-DKPP/XII/2022 dengan Teradu Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Trenggalek; perkara nomor 46-PKE-DKPP/XII/2022 dengan Teradu Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Pesisir Barat; dan terakhir perkara nomor 48-PKE-DKPP/XII/2022 dengan Teradu Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Probolinggo.
Selain itu, kami juga ingin menekankan bahwa DKPP masih memeriksa perkara atau menjalani sidang sampai minggu terakhir Desember 2022. Terakhir sidang yang kami jalani pada tanggal 28 Desember 2022. Artinya, kami tetap serius menjalankan kewenangan DKPP sebagaimana diamanatkan Pasal 159 ayat (2) UU 7/2017. DKPP tidak main-main dalam menegakan kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) demi mewujudkan pemilu yang berintegritas dan demokrasi yang bermartabat.

 

 

C. Rencana Strategis DKPP Untuk Tahun 2023
Rencana kegiatan DKPP menghadapi Pemilu 2024, akan dititikberatkan pada beberapa program, antara lain:

1. Pencegahan
Selain penanganan perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP), mulai tahun 2023 DKPP juga akan memfokuskan pada aspek pencegahan pelanggaran KEPP kepada penyelenggara pemilu, stakeholder terkait dan masyarakat, termasuk media massa. Program preventif ini mencakup beberapa kegiatan, yaitu:

  1. Sosialisasi KEPP
    1. Tripartit antara DKPP dengan KPU RI dan Bawaslu; dan
    2. Pendidikan Etik bagi penyelenggara pemilu tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
  2. Publikasi lembaga DKPP:
    1. Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media (Ngetren Media) dan/atau Kelompok Masyarakat. Ngetren Media ini tidak hanya dilakukan di Jakarta, tapi juga di daerah-daerah lain mengingat perkara pelanggaran KEPP yang ditangani terjadi di seluruh Indonesia;
    2. Media visit; dan
    3. Media Gathering.
 

2. Penguatan Kelembagaan DKPP di antaranya:

  1. Kerjasama dengan stakeholder terkait.
    Dalam hal ini, kami sudah melakukan penandantangan MoU dengan Kemenkumham terkait peminjaman Kanwil di seluruh provinsi yang ada di Indonesia untuk digunakan sebagai lokasi sidang pemeriksaan pelanggaran KEPP. Alhamdulillah hal ini sudah berjalan, 23 Desember 2022 DKPP untuk pertama kalinya sidang di Kanwil Kumham di Medan;
  2. Peningkatan kapasitas SDM
    Keputusan Kemendagri Nomor 061-3995 menyebutkan bahwa Sekretariat DKPP membutuhkan setidaknya 216 pegawai, yang terdiri dari 20 pejabat struktural, 74 pejabat fungsional, dan 122 pegawai untuk Jabatan Pelaksana atau Staf). Namun, saat ini DKPP hanya memiliki 126 pegawai di semua lini. Kami sudah mengajukan tambahan pegawai kepada Kementerian Dalam Negeri beberapa waktu lalu dan kami harap Pak Mendagri atau Pak Sekjen Kemendagri dapat segera membantu kami;
  3. Penyiapan anggaran yang sesuai kebutuhan dan sarana prasarana yang memadai; dan
 

3. Penyusunan Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu (IKEPP)

Penyusunan IKEPP ini sudah dilakukan sejak 2020. IKEPP ini merupakan bentuk pemetaan dan refleksi DKPP terhadap problematika kode etik penyelenggara pemilu (KEPP). Nantinya IKEPP akan berbasis pada data DKPP selama lembaga ini berdiri sejak 2012. Hasil IKEPP ini pernah disampaikan dalam acara Laporan Kinerja DKPP Tahun 2020, di mana Provinsi Bali dan Provinsi Bengkulu mendapatkan skor tertinggi saat itu. Kami berharap, data IKEPP nanti dapat dijadikan bahan untuk assessment terhadap lembaga penyelenggara pemilu di semua wilayah.
Kami ingin melanjutkan program ini dengan serius karena IKEPP merupakan bentuk keseriusan DKPP dalam mewujudkan penyelenggara pemilu yang kredibel dan berintegritas.

 

 

 

 

 

D. Prosedur Penanganan pelanggaran KEPP (Bahan Tambahan)

Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) sebagaimana diatur Pasal 458 UU 7/2017 dan Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017, bahwa:

  1. Pengaduan tentang dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu diajukan secara tertulis oleh Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu, Tim Kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih kepada DKPP, dilengkapi dengan identitas pengadu dan kelengkapan syarat pengaduan lainnya;
  2. DKPP melakukan verifikasi administrasi dan materil (penelitian) terhadap pengaduan tersebut, jika belum memenuhi syarat (BMS) administrasi atau materil maka diberikan kesempatan kepada Pengadu memperbaiki/melengkapi selama 7 hari kerja sejak pemberitahuan diterima, jika melewati waktu tersebut pengaduannya BERHENTI dan dapat diadukan kembali.
  3. DKPP menyampaikan panggilan pertama kepada Penyelenggara Pemilu 5 (lima) hari sebelum melaksanakan sidang DKPP:
    1. Dalam hal Penyelenggara Pemilu yang diadukan tidak memenuhi panggilan pertama, DKPP menyampaikan panggilan kedua 5 (lima) hari sebelum melaksanakan sidang DKPP;
    2. Dalam hal DKPP telah 2 (dua) kali melakukan pemanggilan dan Penyelenggara Pemilu tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang dapat diterima, DKPP dapat segera membahas dan menetapkan putusan tanpa kehadiran Penyelenggara Pemilu yang bersangkutan;
    3. Penyelenggara Pemilu yang diadukan harus datang sendiri dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain;
    4. Pengadu dan Penyelenggara Pemilu yang diadukan dapat menghadirkan saksi-saksi dalam sidang DKPP;
    5. Pengadu dan Penyelenggara Pemilu yang diadukan mengemukakan alasan pengaduan atau pembelaan dihadapan sidang DKPP; dan
    6. Saksi dan/atau pihak lain yang terkait memberikan keterangan dihadapan sidang DKPP, termasuk untuk dimintai dokumen atau alat bukti lainnya;
  4. DKPP menetapkan putusan setelah melakukan penelitian dan/atau verifikasi terhadap pengaduan tersebut, mendengarkan pembelaan dan keterangan saksi, serta mempertimbangkan bukti lainnya;
  5. Putusan DKPP berupa sanksi atau rehabilitasi diambil dalam rapat pleno DKPP:
    1. Sanksi dapat berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap untuk Penyelenggara Pemilu;
    2. Putusan bersifat final dan mengikat; dan
    3. Penyelenggara Pemilu wajib melaksanakan putusan DKPP.
 

 

(***)