Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (DPP PSI)

Indonesia Tidak Butuh Guru Besar yang Kerdil

 

Indonesiannews.co / Fenomena perjokian untuk mendapatkan gelar Guru Besar di berbagai kampus mendapat sorotan tajam dari Ketua DPP PSI, Furqan AMC.

“Perjokian telah mendegradasi marwah Guru Besar. Budaya palsu, membuat Guru Besar menjadi kerdil. Indonesia tidak butuh Guru Besar yang kerdil”, tegas Furqan AMC.

 

“Lebih parahnya modus perjokian guru besar tersebut terjadi massif dan sistematis di berbagai kampus baik negeri maupun swasta sebagaimana temuan investigasi sebuah media nasional” tambah Furqan.

Karena itu menurut Furqan, fenomena ini tidak bisa direspon semata kasuistik, orang per orang, namun harus disikapi secara komprehensif.

 

“Kalau tidak dibenahi total oleh Kemendikbudristek, saya khawatir lama-lama budaya palsu ini akan mewabah dan masyarakat jadi permisif. Secara sublimatif bisa memicu semakin berkembang biaknya budaya korupsi di segala bidang,” ujar Furqan.

 

Lebih lanjut Furqan yang juga aktivis 98 ini menjelaskan, “Kapitalisme telah membuat pendidikan menjadi industri. Tujuan mulianya untuk mencetak sumber daya manusia bermutu, telah ditelikung menjadi sekedar reproduksi status demi penetrasi pasar”.

 

Furqan mempertanyakan, jika untuk guru besar saja jamak terjadi modus perjokian, tak terbayangkan bagaimana skripsi di strata satu.

 

Temuan investigasi kompas mengungkap, perjokian di dunia akademik tersebut melibatkan pejabat struktural (petinggi) kampus, calon guru besar, dosen hingga mahasiswa. Diduga salah satu motifnya untuk mendongkrak angka kredit dan meningkatkan akreditasi kampus.

 

Pemerintah dikabarkan telah menolak 4.862 (64%) calon guru besar dari 7.598 calon dengan berbagai alasan. Di antaranya karena karya ilmiah yang dilampirkan sebagai syarat pencalonan terbit di jurnal yang tidak berkualitas dan relevansi keilmuan yang tidak cocok. Namun yang lebih parah ditemukan indikasi pelanggaran etika akademik.

 

 

 

Ketua DPP PSI – Juru Bicara
Furqan AMC