Banyak Gubernur Tidak Pernah Bangun SMA Negeri Baru Saat Menjabat

 

 

Jakarta, || Ketua DPP PSI, Furqan AMC menyoroti minimnya pertambahan jumlah SMA Negeri dari tahun ke tahun di seluruh Indonesia.

“Nyaris di semua wilayah jumlah sekolah negeri terbatas. Pertambahannya dari tahun ke tahun sangat minim, sehingga tidak mampu menampung jumlah Calon Peserta Didik Baru (CPDB) yang mau masuk ke negeri. Otomatis fenomena bottleneck (leher botol) akan selalu memicu kisruh setiap tahun PPDB (Peneriman Peserta Didik Baru),” tegas Furqan AMC.

Furqan memberi contoh dengan merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS).

“Dari data BPS kita bisa lihat Provinsi Jawa Timur selama kepemimpinan Khofifah Indar Parawansa belum satupun membangun SMA Negeri baru. Dari awal Khafifah dilantik menjadi Gubernur tahun 2019 sampai sekarang jumlah SMA Negeri di Jawa Timur stagnan di angka 423 unit. Kondisi serupa juga terjadi di Provinsi DIY yang dipimpin Gubernur Hamengkubuwono X. Jumlah SMA Negeri di DIY stagnan di angka 69 unit selama 5 tahun terakhir,” ungkap Furqan.

“Sementara itu 5 tahun terakhir di Provinsi Jawa Tengah, Gubernur Ganjar Pranowo hanya membangun 1 SMA Negeri baru. Total SMA Negeri di Jawa Tengah tahun ajaran 2022/2023 sejumlah 361 unit. Namun jumlah ini kurang 1 (satu) unit dibandingkan akhir masa pemerintahan Ganjar Pranowo di periode pertama, yakni 362 unit,” tambah Furqan.

“Sedangkan di Provinsi Jawa Barat, awal Ridwan Kamil dilantik jadi Gubernur jumlah SMA Negeri 495 Unit. Di akhir masa pemerintahannya tahun 2023 ini total SMA 514 unit. Ada pertambahan 19 unit SMA Negeri baru semasa pemerintahan kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil,” ungkap Furqan.

Di Banten semasa pemerintahan Gubernur Wahidin Halim 2017-2022 hanya terbangun 4 (empat) SMA Negeri baru.

“Adapun di DKI Jakarta pada akhir pemerintahan Anis Baswedan, jumlah SMA Negeri 117 Unit. Padahal tahun ajaran 2017-2018 jumlah SMA Negeri di DKI Jakarta ada 124 unit,” ungkap Furqan lebih lanjut.

Provinsi-provinsi di luar Jawapun kondisinya tak jauh berbeda. Di Sulawesi Selatan, jumlah SMA Negeri stagnan di angka 335 Unit selama 5 tahun terakhir. Di Kalimantan Tengah dan Aceh sekarang malah berkurang satu unit dari yang tadinya 182 unit di Kalimantan Tengah dan 395 unit di Aceh pada tahun ajaran 2018-2019.

Berdasarkan data BPS, di seluruh Indonesia, selama 5 tahun terakhir hanya dibangun 255 SMA Negeri baru.

Menurut Furqan, pertumbuhan jumlah SMA Negeri yang minim di berbagai provinsi tersebut membuat daya tampung untuk Calon Peserta Didik Baru (CPDB) sangat terbatas.

Sebagai contoh di DKI Jakarta daya tampung SMA tahun 2023 ini cuma 28 ribu kursi, adapun daya tampung SMK 19 ribu kursi, sementata perkiraan jumlah murid barunya mencapai 139 ribu siswa.

“Jelas saja terjadi kisruh pada saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), karena fenomena bottleneck (leher botol). Jumlah Calon Peserta Didik Baru (CPDB) tidak sebanding dengan daya tampung sekolah negeri,” ungkap Furqan.

 

 

 

 

(***)