Aliansi Masyarakat Buli Peduli Watowato;

Halmahera Dibangkrutkan, Selamatkan Watowato dan Ruang Hidup Tersisa Warga Halmahera

 

 

Indonesiannews.co / Jakarta, 8 Desember 2023.       – Aliansi Masyarakat Buli Peduli Watowato; Halmahera Dibangkrutkan, Selamatkan Watowato dan Ruang Hidup Tersisa Warga Halmahera.   Lebih dari dua dekade, pulau Halmahera, Maluku Utara menjadi sasaran empuk bagi konglomerat raksasa. Puluhan miliar dolar telah digelontorkan ke dalam zona mega tambang ini untuk tujuan perebutan-penghancuran pulau, hingga pembangunan pabrik pengolahan nikel serta pabrik baterai.

Perluasan dan percepatan pembongkaran tubuh Halmahera ini diklaim sebagai mitigasi perubahan iklim, yang mendukung propaganda ekonomi hijau yang rendah karbon di negara berkembang.

Klaim ini tentunya bertentangan dengan realitas yang terjadi. Penambangan dan operasi pabrik smelter nikel yang dilengkapi dengan pembangkit listrik batubara yang memicu perluasan kerusakan daratan dan perairan Halmahera, terdegradasinya kesehatan warga, memicu kemiskinan terstruktur.

Setelah berbagai kerusakan lingkungan yang diakibatkan tambang terjadi di sekujur tubuh pulau Hamahera, seperti penghancuran pesisir dan laut yang berada di Teluk Buli, termasuk pulau kecil (Gee dan Pakal) di Halmahera Timur, pencemaran sungai Sagea di Halmahera Tengah dan penggusuran warga di pulau Obi, Halmahera Selatan. Pemerintah Indonesia, baik pusat maupun daerah bukannya melakukan pemulihan, malah melegitimasi izin tambang baru untuk PT Priven Lestari, yang konsesinya berada di kawasan gunung Wato-wato, yang menjadi ruang hidup terakhir warga Halmahera Timur, menyasar kawasan hutan, pemukiman, serta lahan pertanian dan sumber air minum warga.

 

 

Gunung Watowato ini adalah satu-satunya sumber air bagi hampir 20 ribu warga di Kecamatan Maba. Sumber air yang sama juga digunakan oleh warga di Subaim, Kecamatan Wasile, salah satu lumbung pangan (padi) terpenting di Maluku Utara. Pada gunung Watowato pula terdapat kawasan hutan lindung dan hutan desa yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada 2021 yang memilki fungsi sebagai wilayah resapan air dan fungsi esensial lainnya. Dari kawasan hutan Watowato ini pula, terdapat lahan pertanian dan perkebunan warga yang ditanami pala, cengkeh, dan nanas. Semua itu adalah sumber utama perekonomian warga setempat.

Kini, gunung Watowato yang esensial akan dibongkar untuk memenuhi ambisi penumpukan kekayaan. Salah satu modusnya dengan mengotak-atik RT/RW Kabupaten Halmahera Timur untuk memasukannya ke dalam ruang tambang.

Selain itu, ada dugaan upaya persekongkolan jahat antara PT Priven Lestari dan Pemda Haltim, serta KLHK yang berencana melapas status kawasan hutan itu, dengan skema pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk perusahaan.

Hal yang sama juga dirasakan di Lelilef dan Gemaf di Halamhera Tengah, tempat dimana PT IWIP beroperasi. Juga di Kawasi, pulau Obi, Halmahera Selatan tempat dimana Harita Group beroperasi menghancurkan daratan dan pesisir. Dua wilayah itu, adalah zona pengorbanan, dimana pembongkaran nikel dan operasi pabrik smelter serta PLTU meninggalkan kerusakan, kehilangan dan mewariskan penyakit yang sulit dipulihkan, serta melenyapkan hak veto rakyat.

Tanpa terkecuali bagian timur Halmahera, tempat dimana PT ANTAM beroperasi. Penambangan nikel telah mengokupasi daratan, mencemari pesisir dan perairan laut, serta memporakporandakan pulau kecil, seperti pulau Gee dan pulau Pakal.
Pada saat gelombang penolakan-perlawanan warga semakin massif dilakukan, pemerintah justru abai dengan hal itu. Bahkan terdapat upaya mengkriminalisasi warga menggunakan tangan aparat kepolisian. Hal ini ditandai dengan munculnya surat panggilan dari polisi terhadap tiga belas (13) orang warga Kecamatan Maba yang menolak tambang pada Juli 2023 lalu, dengan tuduhan mengada-ada, yakni penganiayaan, pengancaman, dan pengerusakan.

Bahkan, hingga hari ini, beberapa warga Buli memilih berkunjung langsung ke Jakarta dengan konsekuesi hidup mengalami berbagai macam kesulitan hanya untuk tetap menyuarakan tuntutan mereka. Namun setibanya di Jakarta, mereka justru diabaikan oleh KLHK maupun ESDM.

Sehingga, hal inilah yang menjadi alasan kuat mereka untuk melangsungkan aksi di depan Istana Negara, dikarenakan semua lembaga-lembaga di bawah naungan presiden telah kehilangan akal sehat, lebih mementingkan kepentingan bisnis ekstraktif tambang nikel PT Priven Lestari dibandingkan kehidupan warga Halmahera.

Untuk itu, kami warga Provinsi Maluku Utara yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Buli Peduli Watowato menuntut:

  1. Cabut izin PT. Priven Lestari,
  2. Lindungi Daerah Aliran Sungai Sagea dan Kawasan Karst,
  3. Pulihkan pesisir Tanjung Buli, Pulau Gee, Moronopo dan Pulau pakal,
  4. Evaluasi Izin Tambang di Teluk Weda dan Moratorium Pemberian Izin Tambang di Maluku Utara,
  5. Menolak Rencana Pembangunan Pabrik Elektrik Vehicle/EV di Halmahera Timur.
 

 

 

 

(***)