Lhokseumawe menangis, anak bangsa di tahan pemerintahan yang tidak transparan

Lhokseumawe menangis, anak bangsa di tahan pemerintahan yang tidak transparan

2 Suara Dibungkam, 1000 Tangan Melawan

Indonesiannews.co/ KOPI, Lhokseumawe, 19 Nopember 2017. Penahanan 2 mahasiswa Universitas Malikussaleh (UNIMAL), Provinsi Aceh di Pengadilan Negeri Lhokseumawe pada tanggal 20 Oktober 2017 hingga detik ini terus menyeruak ke permukaan. Kedua mahasiswa tersebut yakni M. Rusdi Lami dan Muji Alfurqan. Mereka ditahan pasca melakukan aksi demonstrasi di Kantor Bupati Aceh Utara, Rabu (25/5/2017) terkait 2 hal yakni keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun, Lhokseumawe dan meminta kejelasan transparansi anggaran dana desa.

“Kami dan juga 2 teman kami yang ditahan, saat ini porsinya selaku mahasiswa. Kami punya hak serta tanggung jawab dalam mengawal demokrasi dan birokrasi. Menjadi pertanyaan, ketika mahasiswa tidak pantas menyuarakan kebenaran, lalu siapa yang pantas? Saya mau tanya mbah google yang katanya tau segalanya, takutnya beliau memihak kepada koruptor, ya sama saja bohong,” ujar Rahmah Yani, Sekretaris Jenderal LMND Kota Lhokseumawe saat ditemui di kediamannya.

Saat aksi berlangsung, mahasiswa merasa kesal karena tidak mendapatkan tanggapan dari sejumlah pejabat sehingga menimbulkan kericuhan antar mahasiswa dengan petugas yang menyebabkan kaca pintu sisi samping Kantor Bupati pecah. Lantas 12 mahasiswa ditangkap dan dibawa ke Mapolres Lhokseumawe. Setelah dilakukan pemeriksaan, 8 orang diperbolehkan pulang dan 4 orang lainnya ditahan di Mapolres selama 24 jam.

Setelah diperiksa, 4 mahasiswa itu dibebaskan oleh penyidik Polres Lhokseumawe dan dikenakan wajib lapor selama 3 bulan. Disamping itu, polisi terus menyelidiki kasus tersebut dan hasilnya hanya 2 dari 4 mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka terkait pengrusakan aset negara.

“Lucu nggak sih ketika mahasiswa dijadikan tersangka pengrusakan aset negara, tapi soal pengrusakan moral tentang 7.5 M kredit fiktif PEMKAB Aceh Utara dan 14.5 M dibadan PEMKOT Lhokseumawe dibiarkan? Saya rasa dana segitu sudah bisa nutupin dana untuk ganti kaca yang pecah jika kasus ini semata mata hanya soal aset negara,” sambung Yani.

Polisi kemudian menaikkan berkas ke Kejaksaan, dan sempat melakukan penahanan 2 mahasiswa tersebut. Pengajuan penangguhan penahanan di ajukan dan disetujui lantas keduanya berstatus menjadi tahanan kota. Hingga saat ini kasus mereka sudah memasuki 2 kali persidangan dan menunggu sidang ketiga pada, Rabu (22/11/2017) nanti.

“Kalau Indonesia punya Papa Set Nov, Aceh Utara punya Papa Cek Mad. Hari ini penguasa lebih takut dengan kata-kata daripada dosa. Ada yang ‘meriang’ kalau muncul cuitan kata-kata atau ‘meme’ yang dirasa menyudutkan dirinya. Kalau rakyat jadi maling, itu karena nasinya dicuri. Giliran rakyat nuntut malah dijadiin tersangka. Polisi kok diajak main politik, seolah olah penegakkan hukum hanya soal taktik. Kami dan segelintir mahasiswa lainnya akan terus mengawal kasus ini sampai dibebaskannya 2 rekan kami. Kami ikuti proses demi proses, dan satu pesan untuk para mahasiswa selaku tombak perjuangan nasional, kalau mulut dibungkam, usahakan tangan jangan dipatahkan. Dua suara dibungkam 1000 tangan melawan,” ucap Rahmah Yani.

(YN/WL PPWI)