
Pengepungan Sunyi: Ketika Kejaksaan Diancam Karena Menyentuh Bayangan Kekuasaan Lama
Indonesiannews.co / Jakarta, 12 Mei 2025. Perintah Telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Nomor TR/442/2025, yang memerintahkan pengamanan seluruh Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) oleh personel militer aktif, mengundang tanda tanya besar dari masyarakat hukum. Perintah ini keluar di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, namun justru menunjukkan jejak kuat bayang-bayang kekuasaan Presiden sebelumnya: Joko Widodo. Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, militer hanya boleh terlibat dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) jika ada permintaan dari otoritas sipil, dalam hal ini Polri. Namun, dalam kasus ini, tidak ada permintaan dari Polri. Bahkan Kejaksaan Agung sendiri—pihak yang “dijaga”—secara resmi menyatakan tidak ada kondisi darurat yang membutuhkan pengerahan pasukan bersenjata. Kejaksaan Agung Tidak Minta Bantuan Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menegaskan: “Tidak ada hal yang mendesak sampai memerlukan bantuan TNI untuk pengamanan Kejaksaan.” Pernyataan ini menampar nalar publik. Jika kejaksaan tidak merasa perlu diamankan, dan polisi tidak meminta bantuan, maka atas perintah siapa TNI bergerak? Semua tanda mengarah pada satu simpulan yang mencemaskan: Panglima TNI bergerak bukan atas perintah Presiden aktif, tetapi atas loyalitas kepada presiden sebelumnya. Sebuah penyimpangan fatal dalam prinsip supremasi sipil dalam demokrasi. Bayang-Bayang Pagar Laut Benang merah yang menghubungkan semua ini terletak pada perkara reklamasi liar PIK 2 dan pemasangan pagar laut ilegal yang membentang dari pesisir Tangerang hingga Serang, Banten. Kasus ini awalnya diproses oleh Bareskrim Polri, namun secara mencurigakan hanya menyentuh pejabat kecil seperti lurah dan camat. Upaya untuk mereduksi perkara besar ini menjadi kasus lokal kriminalitas kelas bawah menimbulkan kecurigaan. Namun Kejaksaan Agung tidak mau sekadar meneken formalitas. Mereka mengembalikan berkas ke Bareskrim, meminta agar seluruh aktor yang terlibat diperiksa, termasuk mereka yang berada di lingkar kekuasaan lama:- Presiden Joko Widodo — yang menetapkan proyek PIK 2 sebagai Proyek Strategis Nasional, memberikan legitimasi dan keistimewaan terhadap proses perizinannya.
- Marsekal Purn. Hadi Tjahjanto, mantan Panglima TNI yang kini menjabat Menteri ATR/BPN, yang bertanggung jawab atas pengendalian batas lahan dan wilayah pesisir.