"Mutasi Dr. Piprim: Sidang PTUN Ungkap Dugaan Pelanggaran Prosedur"

“Mutasi Dr. Piprim: Sidang PTUN Ungkap Dugaan Pelanggaran Prosedur”

 

Indonesiannews.co / Jakarta, 7 Oktober 2025.     —    “Mutasi Dr. Piprim: Sidang PTUN Ungkap Dugaan Pelanggaran Prosedur”.    Sidang Perkara Gugatan atas Mutasi Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), Ketua IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), kembali digelar pada hari Selasa, 7 Oktober 2025, pkl 12.30 wib, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) – Jakarta, yang menghadirkan empat (4) Saksi Fakta dalam sidang tersebut, empat Saksi Fakta dihadirkan untuk memberikan keterangan dan membuktikan hal2 antara lain:

  1. Prof Rini Manajer SDM FKUI: Menyatakan bahwa mutasi Dr. Piprim tidak pernah didiskusikan sebelumnya dengan FKUI, dan akan mengganggu bahkan menghentikan karir akademik Dr Piprim sebagai Dosen FKUI.
  2. Dr Nastiti Ketua Program Studi Pendidikan Spesialis FKUI: Menjelaskan bahwa mutasi Dr. Piprim mengganggu proses pendidikan calon konsultan jantung anak karena harus dilakukan di FKUI RSCM.
  3. Prof. Mulyadi Kepala Divisi Kardiologi Anak RSCM: Menyatakan bahwa jam terbang Dr. Piprim sangat penting dalam menangani pasien jantung anak sehingga belum ada yang bisa menggantikan kemampuannya di RSCM padahal Prof Mulyadi akan pensiun dan dua dokter2 yang ada lainnya masih sangat Junior.
  4. Saksi orangtua Pasien Bpk. Gerson: Menguatkan bahwa Dr Piprim berkemampuan tinggi dan belum ada gantinya di RSCM, sekaligus ia merupakan tumpuan harapan Pasien2 BPJS dimana dengan Mutasi ybs maka Pasien2 BPJS tsb menjadi tidak jelas nasibnya.
“Sidang ini diharapkan dapat memberikan klarifikasi dan keadilan bagi para Penggugat yaitu Dr. Piprim, serta memastikan bahwa pendidikan spesialis Jantung Anak dan pelayanan kesehatan Jantung Anak dapat berjalan dengan baik dan optimal,” ujar Feizal Syahmenan, SH., MH., sebagai Ketua Tim Kuasa Hukum.

Persidangan dihadiri oleh Penggugat yang juga adalah Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, DR. Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA, SubSp Kardio(K), serta sejumlah dokter dan orangtua Pasien yang akan menjadi Saksi Fakta dalam Sidang tersebut.

Dalam kesempatan setelah persidangan, disampaikan; “Saksi dari RSCM yang juga menjabat sebagai Manajer SDM di FKUI menyatakan bahwa dalam kasus mutasi saya, memang tidak pernah ada diskusi, sebagai manajer SDM FKUI  tidak pernah ada pemberitahuan atau apapun sebelumnya dan tiba-tiba langsung di Mutasi ,” ungkap DR. Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA, SubSp Kardio(K), saat di wawancara awak media di PTUN.

“Kedua adalah dari dokter Nastiti sebagai ketua program studi pendidikan spesialis di RSCM dan juga sebagai kepala sekolah dari sekolah dokter anak yang akan menjadi konsultan jantung anak, mengatakan; “Bahwa mutasi Dr. Piprim dapat mengganggu proses pendidikan calon konsultan jantung anak.” Ujar Dr Prim.

“Jadi saat ini ada 9 dokter anak dari berbagai wilayah yang sedang bersekolah melakukan pendidikan untuk menjadi konsultan kardiologi anak, kerugian yang dialami oleh program studi pendidikan calon jantung anak dengan di mutasinya saya, karena dari 4 pengajar kardiologi jantung anak, yang senior prosesor Mulyadi di bawahnya ada saya dan di bawahnya itu jauh sekali (belum memiliki jam terbang) dan belum Mandiri jadi dengan dimutasinya saya jadi mengganggu tugas saya itu dan merusak regenerasi dan juga mengganggu proses pendidikan calon konsultan untuk kardiologi anak padahal di Indonesia baru ada 70-an dokter kardiologi anak, dan Indonesia membutuhkan kurang lebih 500 konsultan Jantung untuk anak, maka hal ini tidak sesuai dengan semangatnya “Presiden Prabowo” yang ingin mencetak dokter spesialis maupun sub spesialis dengan cepat dan dengan jumlah yang banyak tapi produksi sekolah tempat memproduksi konsultan jantung anak itu diganggu dengan mendadak tanpa adanya lolos butuh, tanpa ada diskusi dengan yang terkait,” keluh dokter Priprim.

“Ketiga adalah prosesor Mulyadi sebagai Kepala Divisi Kardiologi Anak RSCM, beliau menjelaskan tadi, walaupun sama-sama konsultan untuk anak tapi jam terbangnya berbeda jadi yang dua yang senior, Prof.Mulyadi dan kemudian saya dan ke bawah ini jauh sekali jaraknya, saya lulus 2017 yang berikutnya itu tahun 2020 tahun ini, tadi Prof Mulyadi sampaikan (bukti), bahwa ada pasien yang harusnya bisa ditutup kebocoran Jantungnya tanpa operasi kemudian diperiksa oleh dokter baru, disuruh operasi, maka pasien balik lagi ke saya, akhirnya bisa ditutup tanpa operasi jadi sebetulnya memang jam terbang ini sangat penting,” terang Dr. Pripim.

“Keempat saksi tadi turut menguatkan, bahwa mutasi yang dilakukan kepada saya memang melanggar prosedur mutasi ASN yang sesuai dengan prinsip harus transparan yang bukan hukuman ada nya unsur like and dislike, tidak ada dicampuri oleh kebijakan politik, karena proses ini menyatakan bahwa, ‘ketika saya dimutasi begitu saja, maka saya bisa kehilangan fungsi saya sebagai dosen karena tidak memenuhi BKD (Beban Kerja Dosen) dengan saya dimutasi dengan tidak terpenuhi BKD tersebut, lalu kemudian saya diberhentikan hal ini mengganggu karir akademik saya yang seharusnya mungkin saja saya bisa berkesempatan menjadi guru besar profesor, tetapi gara-gara mutasi ini kemudian hak saya untuk karir akan terputus, dan juga kasus-kasus medis yang berkaitan dengan pasien yang menjadi bagian yang berbeda, karena sebenarnya banyak pasien ‘antri’ yang nunggu tindakan saya dan banyak yang kemudian saya alihkan ke Prof Mulyadi yang biasanya, tapi oleh manajemen kan kadang-kadang dialihkannya ke yang lain, gitu ya kadang-kadang dokter yang muda-muda ini dengan penanganan medis nya, misalnya bisa ditutup pakai alat tapi sama yang muda ini, enggak bisa harus operasi, akhirnya pasien merasa tidak puas, maka balik lagi ke saya, lalu saya sampaikan silahkan ketemu Prof Mulyadi, insyaallah bisa ditutup, ternyata memang bisa ditutup. Jadi memang walaupun sama-sama konsultan kardiologi jantung anak tapi memang jam terbang itu memang sangat menentukan dalam dunia kedokteran,” papar Dr.Pripim.

“RS Fatmawati itu bukan rumah sakit yang mendidik calon konsultan kardiologi jantung anak berbeda dengan di RSCM yang merupakan pendidikan dan pelayanan jadi satu paket, tidak mungkin saya di Fatmawati dan murid saya di RSCM, jadi tidak bisa satu paket seperti itu, sementara yang melakukan mutasi dalam hal ini Pak Menkes kan bukan dokter beliau hanya menandatangani dan bukan dokter akan tetapi orang keuangan jadi tidak paham seluk-beluk bagaimana kerjanya seorang dokter pakar jantung anak,” terang Dr Pripim.

“Dan terkait juga pendidikan, jadi saya kira mutasi ini bisa bertentangan dengan kemauan Pak Presiden Prabowo sendiri yang ingin mencetak pakar, baik spesialis dengan jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat,” lanjut Dr Pripim.

“Tadi sudah diuraikan oleh dokter Pripim, semua menjelaskan betapa yang terjadi telah mengganggu keseimbangan dan kita dengar tadi Prof Mulyadi juga menyampaikan bahwa yang kita sayangkan adalah setiap bertanya,  sudah pernah dimutasi, ‘Apakah besok akan ada sk mutasi terhadap semua dokter yang terjadi saksi?’ ya kita lihat saja kalau sampai kejadian seperti itu, hal ini bisa lebih merepotkan lagi, Karena RSCM bisa kacau karena sekarang tinggal bergantung pada Prof Mulyadi, karena peraturan Kemenkes sendiri yang kaitan bahwa hak mutasi ini justru bertentangan dengan peraturan komposisi dokter di rumah sakit dengan pendidikan, sekarang saja dokter masih kurang di RSCM,” Papar Feizal Syahmenan, SH., MH.,

“Sidang akan dilanjutkan dengan keterangan ahli lainnya dan juga mendengarkan keterangan dari Kementerian Kesehatan. Hasil sidang ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi Dr. Piprim dan dokter spesialis anak lainnya yang terdampak mutasi,” tutup Feizal Syahmenan, SH., MH., sebagai Kuasa Hukum kepada awak media usai sidang mendengarkan keterangan Saksi Fakta di PTUN Jakarta Timur.

 

 

(***)

 

Tinggalkan Balasan