Bareskrim Diminta Serius Tangani Dugaan Perampasan Tanah Adat oleh PT Murni Nusantara Mandiri
Indonesiannews.co / Jakarta, 4 November 2025 — Kuasa hukum masyarakat adat Papua Selatan, Emanuel Gobay, bersama Tim Advokasi Solidaritas Merauke, mendesak kepolisian melalui Bareskrim Polri agar menindaklanjuti laporan dugaan tindak pidana lingkungan hidup, penyerobotan tanah adat, dan perusakan hutan yang diduga dilakukan oleh PT Murni Nusantara Mandiri (MNM) di wilayah adat Marga Kwipalo, Distrik Ulilin, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan. Pelaporan resmi ini dilakukan pada Selasa, 4 November 2025 di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo No.3–2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, disertai dengan konferensi pers yang digelar oleh Tim Advokasi Solidaritas Merauke di lokasi yang sama. Emanuel Gobay menjelaskan, tindakan PT Murni Nusantara Mandiri telah menimbulkan penderitaan bagi masyarakat adat. Perusahaan diduga menggunakan cara-cara intimidatif, memanfaatkan warga yang telah melepaskan tanahnya untuk mengadu domba antarwarga adat, serta melakukan perusakan lahan dan tanaman produktif milik warga seperti karet dan jati. “Kami menduga kuat bahwa PT Murni Nusantara Mandiri telah melakukan perampasan tanah adat dan perusakan lingkungan hidup tanpa izin. Bahkan, ada indikasi perusahaan melibatkan aparat keamanan dalam aktivitasnya untuk menekan warga agar menyerahkan tanah adat,” ungkap Emanuel Gobay, Koordinator Tim Kuasa Hukum Solidaritas Merauke, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta. Dijelaskan pula bahwa Vincen Kwipalo, sebagai pemilik hak ulayat, telah beberapa kali berupaya mencari keadilan melalui jalur damai dan resmi, termasuk menemui DPR Papua Selatan, Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Selatan, dan Komnas HAM RI. Komnas HAM yang telah turun langsung ke lapangan menemukan fakta adanya aktivitas militer di atas tanah adat, yang menurut keterangan di lokasi, lahan tersebut diberikan oleh PT Murni Nusantara Mandiri. “Temuan Komnas HAM menunjukkan bahwa perusahaan swasta ini bahkan telah menyerahkan sebagian wilayah adat kepada pihak militer untuk pembangunan fasilitas. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pelanggaran hak asasi masyarakat adat,” lanjut Gobay. Tim Advokasi Solidaritas Merauke menyampaikan bahwa laporan yang dilayangkan ke Polri mencakup tiga peristiwa hukum utama:- Tindak pidana penggelapan dan penyerobotan tanah adat oleh PT MNM.
- Tindak pidana perkebunan tanpa izin di atas tanah adat, sebagaimana diatur dalam Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
- Penerbitan izin oleh pemerintah daerah dan pusat atas wilayah adat yang belum dilepaskan, yang dinilai melanggar hukum dan merugikan masyarakat adat.